Sinode
  • Beranda
  • Profil
    • Visi Misi
    • Sejarah
    • Pengakuan Iman
    • Kepengurusan
    • KORDA
  • News
    • Kilas Sinode
    • Pastoral
    • Ragam Peristiwa
    • Artikel Lepas
  • Galeri
  • Event
  • Leadership
  • E-Materi
  • Gereja Lokal
  • Kontak
  • Click to open the search input field Click to open the search input field Search
  • Menu Menu

Archive for category: Artikel Lepas

Penyaliban, Hukuman Mati yang Ngeri dan Keji

April 18, 2025/in Artikel Lepas, News

BETHANY.OR.ID-Penyaliban merupakan salah satu bentuk eksekusi yang terkejam yang pernah ada di dunia. Esensi dari penyaliban bukanlah kematian itu sendiri, melainkan penderitaan saat menjelang kematian. Dengan demikian, kematian merupakan suatu hal yang sangat diinginkan oleh orang yang disalib.

Berbeda dengan cara eksekusi terpidana mati pada masa sekarang, proses penyaliban memerlukan waktu yang relatif lama sehingga saat-saat penderitaanpun menjadi panjang. Dibandingkan hukuman gantung, kursi listrik, suntikan mati, kamar gas, tembak mati, pancung, dan sebagainya, yang hanya membutuhkan waktu beberapa detik saja menjelang kematian, penyaliban membutuhkan waktu berjam-jam.

 

Budaya Penyaliban

Penyaliban adalah salah satu bentuk hukuman yang diterapkan dalam Kekaisaran Romawi, dan orang yang paling terkenal karena hukuman salib oleh pemerintah Romawi adalah Yesus Kristus. Pada zaman Yesus, para pemberontak dan pelaku kriminal dihukum dengan cara disalib.

Hukuman mati ini berasal dari negeri Persia, kemudian diambil alih oleh Yunani, dan sejak perang dengan Kartago, orang Roma pun menggunakan hukuman salib. Oleh bangsa Romawi salib dijadikan alat hukuman yang paling kejam terhadap para budak dan orang-orang asing (terutama orang jajahan) yang memberontak.

Konon, hukum Yahudi menentukan bahwa para pemuja berhala, penghujat dan pemberontak dirajam dengan batu dan digantung pada sebuah tiang. Mereka dibiarkan mati secara mengerikan karena dipandang sebagai yang terkutuk oleh Allah. Dan agar tidak menajiskan, maka mayatnya segera dikuburkan (Ul 21:23). “Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!” (Gal 3:13).

Penyaliban kerap diawali penderaan dengan tujuan untuk memperlemah daya tahan tubuh si terhukum agar tidak dapat melawan dan sebagai bahan olok-olok. Cara mendera orang Yahudi berbeda dengan orang Romawi. Orang Yahudi tidak boleh memberikan deraan lebih dari empat puluh pukulan, masing-masing pada bahu kiri dan kanan serta dada. Sedangkan orang Romawi tidak ada batasnya; mereka boleh memukul di mana saja. Alat penderaan terbuat dari cambuk yang ujungnya diperkuat dengan batu-batu timah dengan paku-paku kecil di ujungnya atau tulang punggung binatang yang telah diruncingkan ujung-ujungnya.

Tangan terhukum diborgol dan diikat pada sebuah tiang yang tingginya berukuran kurang lebih 60 cm. Dalam posisi membungkuk  terhukum didera oleh algojo-algojo yang tidak berperikemanusiaan. Kedahsyatan penderaan dapat menyebabkan banyak luka dan darah di seluruh tubuh si terhukum, sehingga rupanya pun tak tampak (Yes 1:6; 53: 3-4. Yesus Sendiri disesah secara luar biasa, di mana Ia menerima tidak kurang dari 121 kali deraan atau tidak kurang dari 726 luka di sekujur Tubuh-Nya). Luka-luka dan aliran darah bekas penderaan tentu saja mempercepat proses kematian.

Patibulum adalah kayu palang yang beratnya berkisar antara 50-60 kg dan panjangnya sekitar 1,5 meter dengan lubang di tengahnya. Si terhukum dipaksa untuk membawa sendiri patibulum-nya ke tempat pelaksanaan hukuman mati. Tempat eksekusi biasanya sangat strategis agar mudah ditonton orang yang lewat. Di tempat ini telah dipancang tiang vertikal (stipes), yang ujungnya dibuat lebih kecil sehingga patibulum mudah dimasukkan padanya.

Kedua tangan si terhukum diikat terentang pada patibulum yang diletakkan pada bahunya. Tali dililitkan pada tangan kanan membelit lengan, melingkari dada, lalu membelit lengan kiri, mengikat tangan kiri; ujung tali diikat pada pergelangan kaki kiri, sehingga ia terpaksa berjalan membungkuk, tidak bebas dan menimbulkan tertawaan khalayak ramai yang menyaksikannya.

Tiba di tempat hukuman si terhukum dibaringkan. Lebih dahulu tangannya direntang, dipaku dan/atau diikat pada patibulum di atas tanah, kemudian patibulum dengan orangnya diangkat dan ditancapkan pada tiang stipes melalui lubang patibulum itu. Sesudah itu kaki si terhukum dipakukan pada tiang stipes.

Ada sebatang kayu kecil (sedicula) ditempelkan pada bagian pantat atau pun telapak kaki. Dengan demikian lengan si terhukum tidak mudah sobek dan ia akan bertahan lebih lama pada salib. Kemudian si terhukum dibiarkan tergantung pada kayu salib sampai ia wafat. Untuk mempercepat proses kematian, si terhukum seringkali disesah dan kakinya dipatahkan (crurifragium) (bdk Yoh 19: 31-32).

Bagi yang tidak punya kuburan, mayat si terhukum seringkali dibiarkan membusuk, bahkan menjadi mangsa serangga dan binatang buas. Namun, kerap juga kaum kerabat atau keluarga meminta izin dengan memberi sejumlah uang kepada penguasa, supaya mayat si terhukum dapat dikuburkan.   (Berbagai  Sumber/wic/sgbi)

https://bethany.or.id/wp-content/uploads/2015/04/penyaliban.jpg 390 600 s1nod3adm https://sinode.gbu.co.id/wp-content/uploads/2025/04/logo-sinode-admin-bethany-web-copy-300x87.png s1nod3adm2025-04-18 08:16:122025-04-28 03:53:12Penyaliban, Hukuman Mati yang Ngeri dan Keji

Memaknai Doa dan Puasa dalam Hidup Sehari-hari

April 16, 2025/in Artikel Lepas, News

BETHANY.OR.ID-Mendengar kata puasa, maka yang ada dalam benak seseorang secara umum adalah tidak makan dan minum dalam kurun waktu tertentu, sesuai dengan keyakinan yang dijalankannya.
Namun bagi orang Kristen tentu saja memiliki konsep tersen diri tentang puasa.

Kitab Ester pada pasal 4 menyebutkan tentang  wanita bernama Ester  yang berada di bawah suatu ancaman. Ancaman tersebut sangat serius, karena dia akan dibunuh. Terlebih menakutkan, karena ancaman itu dikarenakan yang akan dibunuh bukan hanya Ester, akan tetapi  seluruh kaumnya akan dibunuh oleh Hamano,  orang yang cukup berkuasa saat itu. Lalu, apa yang kemudian dilakukan oleh Ester?  Diambilnya jalan yang tepat, yaitu melakukan doa puasa.

Terdapat tiga hal penting yang perlu diketahui dalam Ester pasal 4 dan 5, yaitu  selama Ester melakukan doa puasa, maka: (1) Ester yakin, bahwa melalui doa puasa itu dia akan diberi solusi atas permasalahananya; (2) Ester mengucapkan permintaannya; (3) Ester dapat membalikkan situasinya, yakni  orang yang tadinya akan membunuh Ester dan seluruh kaumnya, akhirnya dia sendiri yang mati.

Dalam Matius 6:16, Yesus berbicara tentang berpuasa dan menekankan agar murid-muridNya juga berpuasa. Mengapa Yesus mendorong mereka untuk berpuasa? Karena,  memang terdapat beberapa jenis permasalahan  yang hanya dapat diselesaikan dengan doa puasa. Terkadang Tuhan menginginkan kita untuk terus mencariNya, lebih merendahkan diri lagi di hadapanNya dengan cara berdoa disertai berpuasa. Berpuasa adalah perbuatan seseorang yang dengan sukarela tidak makan atau tidak minum dalam periode waktu tertentu. Berpuasa berarti menahan diri tidak makan dan tidak minum, dengan tujuan yang sangat jelas, yakni untuk terfokus kepada hal-hal yang rohaniah dengan mencari Tuhan.

Ada 3 jenis puasa di Alkitab:
Puasa Normal. Disebut puasa normal apabila seseorang dalam periode waktu tertentu tidak makan, tetapi tetap minum air putih.
Puasa Parsial. Puasa dengan tidak makan-makanan tertentu. Daniel pernah mengambil bagian dalam puasa ini. Dia tidak makan-makanan yang dihidangkan raja selama 21 hari dan hasilnya sangat baik.  Daniel menjadi 10 kali lebih hebat dari pada orang-orang seusianya. Ia lebih berhikmat.
Puasa Total. Puasa ini dijalani dengan tidak makan dan tidak minum. Apabila ditanyakan, mana yang lebih baik dari antara 3 jenis puasa itu?  Tuhan tidak melihat dari jenisnya, akan tetapi melihat dari hati pelakunya. Albert Einstein pernah berkata:  “Hanya orang gila yang ingin ke depan lebih baik tetapi ia tidak mau berubah.”  Banyak orang ingin lebih makmur, lebih bahagia, lebih sehat, tetapi tidak melakukan usaha untuk bisa mencapai keinginannya. Sebab itu, penting sekali niat, usaha, dan tindakan kita saat masuk dalam doa puasa, karena melalui doa puasa kita dapat menunjukkan kepada Tuhan, bahwa kita sedang bersungguh-sungguh mencari Dia (Baca 2 Tawarikh 20:3).

Melalui Yesaya 58:6-8, kita menemukan sembilan tujuan utama yang akan dicapai melalui berpuasa, yaitu:

Membuka Belenggu Kelaliman.

Melalui doa puasa, kita akan dibebaskan dari keterikatan. Banyak orang terikat dengan kebiasaan buruk seperti  minuman, obat, rokok dan lain-lain. Masuklah dalam doa puasa, maka anda akan mengalami kelepasan, karena tidak ada ikatan yang terlalu kuat dan terlalu kokoh yang membuat  Tuhan tidak dapat melepaskannya.

Melepaskan Tali-Tali Kuk.

Melalui doa puasa, kita akan terbebas dari beban yang berat. Bila pergumulan yang kita hadapi itu berat sehingga kita sulit menemukan jalan keluarnya, masuklah dalam doa puasa. Percayalah, bahwa beban itu akan terlepaskan dan Tuhan akan menaruh berkat kepada kita.

Memerdekakan Orang Yang Teraniaya.

Melalui doa puasa, setiap jiwa-jiwa yang tertekan dan tertindas akan dibebaskan. Melalui doa puasa kita juga akan memenangkan jiwa. Berdoalah bagi anggota keluarga kita yang belum bertobat. Berpuasalah untuk mereka, maka kita akan melihat Tuhan akan mengerjakan pertobatan dalam keluarga kita.

Mematahkan Kuk.

Ada orang-orang yang hidupnya tidak berkekurangan, semuanya serba ada, tetapi setiap hari mengalami stres, khawatir, banyak pikiran. Masuklah dalam doa puasa, maka kita akan melihat Tuhan akan gantikan dengan sukacita.

Membantu Orang Miskin.

Pada waktu kita berdoa puasa, selama tidak makan dan tidak minum, kita akan merasakan lapar. Dengan demikian kita mengetahui tentang  penderitaan yang dialami orang-orang miskin yang kesulitan mendapatkan makanan, sehingga muncullah belas kasihan dari hati kita untuk berbagi dengan orang yang berkekurangan. Firman Tuhan mengatakan, kalau kita membantu orang yang lemah, kita sedang memiutangi Tuhan. Tuhan akan membalas perbuatan kita itu.

Mendapatkan Terang.

Apabila kita mau mengambil keputusan yang penting, masuklah dalam doa puasa dengan bersungguh-sungguh untuk mencari Tuhan. Dengan demikian kita akan mendapatkan terang guna melihat apa yang menjadi kehendak Tuhan, sehingga dapat mengambil keputusan.

Lukamu Akan Pulih Dengan Segera

Kita mendengar terdapat banyak kesaksian akan kesembuhan yang dialami seseorang karena dia masuk dalam doa dan puasa. Siapapun kita dan apapun penyakit yang kita alami, masuklah dalam doa puasa, maka kita akan mengalami pemulihan dari Tuhan.

Kebenaran Menjadi Baris Depan

Pada waktu kita masuk dalam doa puasa dengan usaha dan niat yang sungguh kepada Tuhan, kita akan mendapatkan banyak pemahaman-pemahaman akan  kehendak Allah. Itu menjadi motivasi bagi seseorang untuk terus hidup dalam kebenaran. Dan inilah yang membedakan dengan orang kristen lainnya yang tidak pernah berdoa puasa.

Kemuliaan Tuhan Di Belakang Kita.

Menjadi disukai oleh  Tuhan, apabila kita mendekat kepadaNya. Kesungguhan hati kita
akan menggerakkan hati Tuhan untuk memproteksi hidup kita dengan kemuliaanNya.
Tetapi, di samping keuntungan yang diberikan Tuhan saat kita masuk dalam doa dan puasa, maka kita pun harus berhati-hati, agar tidak tetrjebak pada kesalah pahaman dalam berpuasa, yaitu: Pertama; orang bisa salah paham pada Tuhan dan menganggap doa puasa untuk merubah Tuhan. Yang benar, bahwa  doa puasa itu untuk merubah diri kita. Kedua; orang bisa cenderung memandang sebelah mata kepada orang lain karena menganggap dirinya lebih mampu berpuasa daripada orang lain.  Ketiga; terjebak pada legalisme (pengakuan kekuasaan) dengan menghendaki sekitarnya untuk bertoleransi kepada dirinya yang sedang berpuasa.
Masuklah dalam doa puasa, sehingga kita akan menikmati berkat yang sudah dipersiapkan Tuhan  dengan melalui doa dan puasa. Maju terus dalam Tuhan. (berbagai sumber/sgbi)

https://bethany.or.id/wp-content/uploads/2019/03/sehat.jpg 1575 2362 s1nod3adm https://sinode.gbu.co.id/wp-content/uploads/2025/04/logo-sinode-admin-bethany-web-copy-300x87.png s1nod3adm2025-04-16 08:17:092025-04-28 02:18:42Memaknai Doa dan Puasa dalam Hidup Sehari-hari

Pohon ARA Pernah Dikutuk, Buahnya Ternyata Bermanfaat

April 16, 2025/in Artikel Lepas, News

PENGETAHUAN,BETHANY.OR.ID-“Pada pagi-pagi hari dalam perjalananNya kembali ke kota, Yesus merasa lapar. Dekat jalan Ia melihat pohon ara, lalu pergi ke situ,  tetapi Ia tidak mendapat apa-apa pada pohon itu selain daun-daun   saja. KataNya kepada pohon itu: “Engkau tidak akan berbuah lagi   selama-lamanya.” Dan seketika itu juga keringlah pohon ara itu.   Melihat kejadian itu, tercenganglah murid-muridNya, lalu berkata: “Bagaimana mungkin pohon ara itu sekonyong-konyong menjadi  kering?” Yesus menjawab mereka: “Aku berkata kepadamu,  sesungguhnya jika kamu percaya dan tidak bimbang, kamu bukan saja akan dapat berbuat apa yang Kuperbuat dengan pohon ara  itu.” (Matius 21:18-21).

FIRMAN di atas bagaikan kisah aneh bin ajaib dalam cerita-cerita Seribu Satu Malam (The Arabian Nights)  jaman kalifah (raja) Harun al-Rasyid (786-809) dari Bagdad,  Irak (dulu Mesopotamia) di  pertengahan Abad 8-9. Padahal bukan begitu! Riwayatnya jauh sebelum kisah Seribu Satu Malam. Malahan, dikisahkan sejak Adam dan Hawa berada di dunia, pohon itu sudah dikenal. Buahnya boleh dikata sebagai andalan di daerah negara-negara dan bangsa-bangsa Timur Tengah atau Laut Tengah pada zaman era Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru.
Kelanjutan kisah firman di atas dari Markus 11: 20-21 yang bercerita: Pagi-pagi ketika Yesus dan murid-muridNya lewat, mereka melihat pohon ara tadi sudah kering sampai ke akar-akarnya. Maka teringatlah Petrus akan apa yang telah terjadi, lalu ia     berkata kepada Yesus: “Rabi. Lihatlah, pohon ara yang Kau kutuk itu sudah kering.” Yesus  menjawab mereka: “Percayalah kepada Allah!….” (dan seterusnya).
Kalau pohon ara merupakan andalan, lalu orang bertanya, mengapa tiba-tiba saja Yesus marah dan mengutuk sebatang pohon ara yang tak berbuah yang tumbuh dekat dengan desa Bethany itu? Harapan Yesus dan murid-muridnya dalam perjalanan itu bisa menemukan buahnya untuk pengisi lapar mereka dan sekaligus berteduh dari sinar matahari. Tetapi harapan itu pupus, karena pohon yang diharap-harapkan buahnya tersebut ternyata kali itu tidak berbuah. Salahkah pohon itu sehingga tidak berbuah?  Permasalahannya bukan untuk mengangkat tentang kemarahan dan kutukan Yesus, akan tetapi ditekankan pada apa yang menjadi jawaban Yesus guna memberikan contoh kepada para muridNya tentang keyakinan diri untuk percaya pada Allah, maka mereka juga akan mampu mempunyai kekuatan seperti yang diperbuatNya.
Pertanyaan selanjutnya, apabila dalam peribadahan firman tersebut juga sering dibaca, namun tahukah para jemaat dan anda, apa dan bagaimana bentuk pohon ara?
Penulis salah satu Kamus bahasa Inggeris-Indonesia menyebut “ara itu buah kurma”! Itu salah besar.  Dikarenakan termuat dalam Alkitab yang anda simak, maka agar tidak salah kira, sebaiknya Tabloid memberikan sekilas pengenalan tentang pohon tersebut.

Kisah Dalam Alkitab

Alkitab mengisahkan tentang pohon ara, meskipun dengan berbagai nama dan berbagai jenisnya. Sebagai contoh dari bahasa Ibrani, disebutkan nama enah atau enim, paggim, suke dan sukon. Dalam bahasa Arab disebut tin. Kesemuanya mengemukakan, bahwa buah pohon ara itu menjadi andalan di daerah yang kering tropis atau lembabnya sub tropis, khususnya di Asia Minor, seperti Iran, Irak, Yordania, Siria , Palestina, Israel, sebagian Mesir dan sekitar Laut Tengah (Mediterania) seperti Yunani hingga Spanyol.

Untuk pertamakalinya pohon ara disebut dalam Alkitab, yakni dalam Perjanjian Lama, di mana daunnya yang lebar itu digunakan penutup aurat Adam dan Hawa ketika sudah tahu akan malu akibat terjerumus dalam dosa.

Kejadian 3:7 mengisahkan: Maka terbukalah mata mereka berdua dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang; lalu mereka menyemat daun pohon ara dan membuat cawat.

Kemudian disebutkan tentang pohon itu di “tanah harapan” (bumi Palestina) yang didamba-kan oleh orang-orang Israel zaman Musa, sebagaimana dalam Ulangan 8:8 sebagai berikut: “..suatu negeri dengan gandum dan jelainya, dengan pohon anggur, pohon ara dan pohon delimanya….”.

Dikisahkan pula, bahwa ketika Musa memerintahkan dua orang mata-mata untuk meneliti tanah Kanaan, sesampainya mereka di lembah Eskol pada perjalanan pulang, memotong beberapa cabang dan buah-buahan pohon anggur, buah delima dan buah ara sebagai bukti kesuburan tanah di situ (Bilangan 13:23).  Lalu kisah keluh-kesah orang-orang Israel kepada Musa, yang katanya tempat pengungsian dalam eksodus itu “bukan tempat untuk menabur, tanpa pohon ara dan delima” (Bilangan 20:5).  Begitu pula saat negara Mesir pimpinan Firaun diterpa kutukan (tulah) berupa wabah, maka pepohon ara di tempat itu bertumbangan, sama dengan ancaman hukuman bagi orang-orang Israel yang tidak setia, antara lain dengan kata-kata: “…akan memakan habis pohon anggurmu dan pohon aramu.” (Jeremia 5:17). Begitu pula dalam kisah Amos ketika menjawab pertanyaan Amazia, imam di Betel (Amos 7:14): “Aku ini bukan nabi dan aku tidak termasuk golongan nabi, melainkan aku ini seorang peternak dan pemungut buah ara hutan.” Lalu dalam Perjanjian Baru dikisahkan tentang peranan pohon ara, yakni ketika Yesus diiringi para muridNya memauski kota Jerikho. Di jalan itu penduduk mengelu-elukan dan menutupi pandangan pimpinan pemungut pajak yang bertubuh pendek bernama Zacheus. Dia ingin melihat bagaimana sosok Yesus itu. Dalam Lukas 19: 4-5 dikisahkan: Maka berlarilah ia mendahului orang banyak, lalu memanjat pohon ara untuk melihat Yesus, yang akan lewat di situ…”

Apabila berkendara beberapa kilometer sepanjang desa-desa pegunungan di Palestina, di mana para petani berkebun pohon ara, maka dapat diketahui entah berapa tahun untuk menjadikan pohon yang tumbuh dengan lambat itu hingga menjadi berbuah. Namun, bukan pohon dan buahnya ditinjau hanya dari segi komersialnya, akan tetapi ada kebanggaan tersendiri, karena dipercaya pohon itu pembawa kedamaian dan rejeki. Di zaman raja Solomo dari Israel, kaum Yudah dan Israel berkeliaran dan berbincang bersama di bawah naungan pohon anggur dan pohon ara.

Pendek kata, banyak sekali disinggung tentang pohon ara dalam Alkitab. Berarti, pohon tersebut sebagai andalan atau pohon favorit bagi bangsa-bangsa di sana. Buktinya, dalam Yohanes 1:48 dikisahkan, bahwa disebabkan daunnya yang lebat, maka pada musim kemarau, para pemilik pohon itu di mana saja terlihat duduk-duduk berteduh di bawahnya. Nampaknya duduk atau berkumpul di bawah pohon ara akhirnya menjadi tradisi masyarakat..

Bentuk dan Manfaatnya

Pohon itu memang tidak tumbuh di daerah tropis Asia, termasuk di negara kita, kecuali  di belahan barat daya Asia (Asia Minor), tempat yang diperkirakan asal mula keberadaan pohon ara. Kemudian menyebarlah ke kawasan sekitar Laut Tengah (Mediterania).
Jenis pohon ara Ficus carica, termasuk keluarga Urticacaeae, yang menghasilkan ara yang umum, di mana masuk pula keluarga jenis itu seperti pohon beringin, pohon karet liar India (rubber fig-tree), jenis sycomore dan tetumbuhan lain yang bermanfaat bagi manusia.
Kini pohon ara dibudidayakan di seluruh kawasan Israel dan Palestina, terutama di kawasan pegunungan, seperti Gunung Olivet. Pada abad 16, diperkenalkan di  Amerika Utara untuk budidaya buahnya dan menjadi barang dagangan laris mulai tahun 1900 hingga kini. Begitu pula di Spanyol, di mana pohon itu dinamai brebas.
Ara yang liar yang bentuknya seperti tumbuhan belukar, bertumbuhan di mana saja, yang pada umumnya tidak berbuah atau disebut oleh orang fellahin sebagai “pohon lelaki”. Sejak zaman dulu, para petani perkebunan ara itu sudah menggunakan pupuk.

Bahasa Inggerisnya pohon ara disebut Fig. Dari bahasa Latin (ilmiahnya) Ficus.  Masih menjadi keluarga tumbuhan mulberry (Moraceae). Tetumbuhan itu berbentuk mulai jenis perdu sampai dengan pohon kerdil yang selalu berdaun hijau di segala musim. Bermacam bentuk atau jenis buahnya, dari yang seperti buah peer, bulat seperti jeurk keprok ukuran kecil, bentuk kecil-kecil seperti duku atau langsat, sampai dengan  yang kecil-kecil  sebagai buah pohon beringin. Buah-buah tersebut sebagian besar bisa dimakan mentah-mentah, ataupun dimasak atau diproses dulu. Jenis buahnya yang seperti buah peer, meskipun berukuran lebih kecil, sejak dulu sudah dibudidayakan. Dari  beberapa jenisnya, umumnya jenis yang dijadikan barang dagangan adalah Ficus carica. Sejak zaman dulu, berbagai jenisnyabuah ara ada yang dibuat sebagai bahan kue. Terbukti ketika Abigail memberi bekal kepada Daud dan orang-orangnya ketika berjaga-jaga terhadap keamanan negeri itu, menurut 1 Samuel 25: “…lima sukat bertih gandum, seratus buah kue kismis dan dua ratrus kue ara…”. Lalu ketika Yesaya mengobati raja Yehuda, Hizkia, malahan menggunakan kue ara untuk obat, dengan memerintahkan orang-orang raja itu melalui kata-kata: “Baiklah diambil sebuah kue ara dan ditaruh pada bara itu, supaya sembuh!” (Yesaya 38: 21).

Ara di Indonesia?

Kalau tak salah, beberapa orang dari penduduk di lembah Pegunungan Dieng, provinsi Jawa Tengah yang dingin,  menanam tumbuhan famili Carica itu. Bukankah pohon ara masuk dalam keluarga Ficus carica? Mereka menggolongkan saja sebagai jenis buah papaya (Carica papaya) karena daunnya lebar seperti daun papaya maupun daun ara,, meskipun isi buahnya berbeda. Biasanya dikeringkan dulu, atau bisa juga dimakan sewaktu masih segar. Mereka percaya, buah itu untuk obat, antara lain anti penyakit jenis kanker dan lain-lain. Penduduk menjadikannya produk industri-perumahan (home industry) dalam bentuk potongan-potongan buah itu dan dimaniskan serta menjualnya di kota-kota di Jawa Tengah hingga Jakarta. Tidak jelas, oleh siapa dan kapan jenis tumbuhan itu dibawa ke Dieng Plateau.
Tetapi, ada pohon (kini terbanyak hanya di hutan tutupan atau cagar alam) yang juga terdapat di Sumatera dan Jawa yang  disebut “Ara’. Daunnya tidak lebar dan pohonnya bisa tinggi sekali. Kalau berbuah, menempel pada batang atau dahan pohon, bergerombol, seperti buah duku atau langsat (Lansium domesticum). Di Jawa biasanya disebut buah “elo” yang besarnya sama dengan duku,dan bila sudang matang terasa agak manis. Bila setengah masak, biasanya dipakai pelengkap buah-buahan untuk rujak. Sekarang pohon ini yang ada di pemukiman penduduk sudah jarang atau malahan sudah punah. Yang jelas, bukan ara yang dimaksud dalam Perjanjian Baru itu.

Wujud Ara

Pada era yang dikisahkan dalam Perjanjian Baru itu, mungkin jenisnya adalah pohon ara liar yang dinamai Caprifig. Karena pada era pengajaran Yesus Kristus, tumbuhan tersebut belum dibudidayakan, tetapi tumbuh secara liar di kawasan pegunungan Israel.
Pohon itu terdiri dari satu atau beberapa batang dengan tinggi maksimum antara 4,9 hingga 9 meter. Daunnya lebar bercabang (terpecah-pecah) dalam tiga lima lembar dan  kasar, hampir sama bentuknya dengan daun papaya (Carica papaya) atau daun pohon sukun (Artocarpus communis). Karena berdaun lebat, maka dulu kala, pohon ara liar itu juga tempat untuk berteduh. Di Palestina terdapat jenis pohon ara, berbeda-beda rasa manis  maupun warna buahnya. Sebagian enak dimakan, sebagian lagi tak enak. Karena cuaca di kawasan tersebut berhawa hangat dan panas, maka pohon ara bisa berbuah dua kali dalam setahun, dan masak ada yang dalam bulan Juni dan ada yang dalam bulan Agustus.

Buahnya (terutama bila sudah dikeringkan) mengandung kadar gula yang tinggi, vitamin calcium, zat besi serta zat tembaga. Di Amerika Serikat sebagai contoh, buah ara digunakan sebagai bahan roti ataupun dikalengkan.  Sedangkan buah ara yang bermutu jelek atau limbah dari proses industrinya, dijadikan makanan sapi, babi dan ternak lainnya, karena mengandung gizi yang tinggi. Dalam setahunnya, buah-buah ara dipanen dua kali. Untuk dijadikan produk makanan, masing-masing jenis membutuhkan berbeda cara pengolahannya.
Terdapat 4 keluarga besar ara (figs), yakni Caprifig, Smyrna-fig, San Pedro-fig serta Biasa (Common-fig)  atau liar. Cara berbuahnya karena terjadinya persilangan yang dibawakan oleh lebah-lebah kecil  jenis Blas tephaga psenes. Lebah-lebah itu menyedot sari putik bunga (jantan) yang ada diujung bakal buah, lalu menyebarkannya ke bagian dalam dari putik bunga (betina).

Karena berasal dari tanaman liar, pohon ara paling suka tumbuh di atas pangkal pohon yang rebah dan sudah membusuk. Tumbuh di tanah yang kering,, saat buahnya mendekati matang,  hujan pun menjadi tabu buatnya. Jenis Smyrna-fig hanya berbuah pada musim kemarau, sedang buah dari jenis Common-fig dan San Pedro-fig harus diolah terlebih dulu.

Jenis pohon ara yang kecil (sebagai tanaman perdu) berbuah seperti buah cherry. Bila matang, buahnya berjatuhan, malahan bisa menggelinding didorong angin yang cukup kuat. Buah-buah yang berjatuhan itu biasanya yang dimakan, dan sering dilihat di pasar-pasar tradisional di Yerusalem. Juga yang dibuat untuk bahan kue (disebut bhelah).
Begitu banyak atau meluasnya keluarga dan jenis lain dari ara, yang buahnya tidak dimakan manusia, karena berjenis pohon karet Indian rubber tree (F. elastica), di mana banyak halaman keluarga di Asia ditanami pohon karet jenis itu, sehingga disebutlah “karet Assam”. Sedangkan umat Hindu menjadikan salah satu keluarga pohon ara, yakni  F. benghalensis atau banyan tree atau pohon beringin, sebagai pohon yang keramat. Pohon ini bisa tumbuh dari daratan India ke arah timur, yakni sampai dengan Indonesia bagian barat dan timur. Begitu pula peranan pohon beringin, karena teduh dan banyak burung memakan buahnya, maka di bawahnya bukan sekedar tempat berteduh, tetapi juga berkumpul. Di desa-desa di India maupun di Bali, sering dijadikan pasar kecil. Jadi, juga sebagai tempat kedamaian.

Begitulah sekilas pohon ara sebagaimana tersebutkan dalam Alkitab. Pohon yang buahnya menjadi semacam icon ataupun andalan. Seumpama di sana dulunya bisa tumbuh buah mangga seperti di Indonesia, barangkali buah manggalah yang menjadi icon! (Lit.: Encyclopedia Americana, Americana Corp. (1978);Grolier Encyclopedia of Knowledge, Grolier Incorp. USA; Indonesian Heritage,Plants; Grolier; The Lion  Encyclopedia of the Bible, A Lion Book (1978)as/aw/sgbi).

https://bethany.or.id/wp-content/uploads/2015/05/pohon-ara.jpg 390 600 s1nod3adm https://sinode.gbu.co.id/wp-content/uploads/2025/04/logo-sinode-admin-bethany-web-copy-300x87.png s1nod3adm2025-04-16 08:16:562025-04-28 02:19:15Pohon ARA Pernah Dikutuk, Buahnya Ternyata Bermanfaat

Dimanakah Gunung sinai itu?

April 16, 2025/in Artikel Lepas, News

BETHANY.OR.ID-Tiga bulan sejak meninggalkan bumi Mesir di bawah pimpinan Musa yang mampu menghindar dari penyergapan pasukan Firaun Rameses II, rombongan ribuan orang Israel berikut ternak yang dibawanya, beristirahat di kaki “Gunung Sinai” yang dikelilingi gurun. Mereka memasang tenda-tenda besar dan menempati areal puluhan hektar gurun itu, menunggu perintah Musa untuk melanjutkan perjalanan menuju tanah Kanaan. Di puncak gunung itulah Musa menerima 10 Hukum dari  Allah.

Situasi Sinai kini sudah jauh berubah, meskipun secara geologis tidak berubah sejak era Perjanjian Lama. Semenanjung gurun itu berbentuk segitiga, di mana di bagian utaranya merupakan “jembatan” antara benua Afrika dengan benua Asia. Berbatasan dengan Teluk Suez di barat-daya, Laut Merah di selatan, Teluk Aqaba di tenggara dan Laut Tengah di utara.

Luasnya 60.714 km2 dalam bentuk dataran paling tinggi 2.637 meter di Gunung Katarina (Mount Catherine). Dua pertiga wilayahnya berbentuk dari ketinggian melandai rata-rata 900 meter hingga ke pantai Laut Tengah. Kawasan tersebut berbentuk perbukitan dan jurang-jurang yang ‘kasar” di arah selatan, dengan puncak gunung tertinggi 2.286 meter di Jabal (Jubal) Musa. Buminya rata-rata panas dan hujan hanya 245 mm setahunnya. Kalau zaman bahuela boleh dikata tak berpenghuni, namun kini berpenduduk 200.493 jiwa (1986), termasuk kelompok-kelompok nomad bangsa Badui yang hidup dari penggembalaan ternak dan sebagian menanam gandum di tempat-tempat yang ada sumber airnya. Di era kerajaan Mesir kuno, menguasai bagian utara dan barat semenanjung itu.

Gaya Cerita Detektif.

Di semenanjung tandus itulah terletak Gunung Sinai. Tapi, dari begitu banyak jajaran pegunungan, mana yang disebut dalam Perjanjian Lama itu sebagai tempat Musa menerima perintah Allah? Memang ada perkiraan, Gunung Sinai itu kalau bukan yang disebut Jabal Musa yang puncaknya cukup tinggi, atau puncak Ras es-Safsafeh. Keduanya terletak di bagian selatan semenanjung tersebut.

Mencari secara tepat lokasi itu, bagaikan gaya cerita detektif dengan menjejaki kisah Perjanjian Lama, sebagaimana yang dilakukan ahli sejarah Gordon Gaskill bersama isterinya (awal 1973). Hasil penyelidikan keduanya yang ditulis berjudul “Gunung Mana Yang Telah Didaki Musa?”  itu secara ringkas kami kisahkan kembali dalam Tabloid.
Berbekal petunjuk dari Alkitab, peta dan rasa ingin tahu, keduanya menuju Gurun Sinai. Lokasi yang dihormati oleh penganut Taurat (Yahudi), Kristen dan Muslim, di mana Musa berbicara dengan Allah dan menurunkan sepuluh hukum.

Dalam Injil disebut nama puncak  Gunung Sinai dan kadangkala Gunung Horeb. Karenanya, mereka tanpa berharap sukses menapak-tilas perjalanan Musa lebih dari 3200 tahun lalu, mengarahkan perjalanan-nya ke puncak Jebel Musa (Gunung Musa) yang terletak di ujung selatan Semenanjung Sinai. Sekaligus mengunjungi lusinan bukit-bukit di mana para pakar yang berbeda-beda mengklaim, bahwa gunung atau puncak bukit yang dipercayai mereka sebagai Gunung Sinai. Pada hal, jarak antara satu dengan gunung yang dipercaya tersebut terpisah sekitar 250 kilometer dan berada di kawasan Jordania, Arab Saudi, dan kawasan Sinai Mesir. Bersama keduanya ialah Prof. Menashe Har-El, ahli Injil asal Israel.

Dalam kitab Keluaran dan Bilangan, memang disebut-sebut setiap tempat yang disinggahi Musa bersama umat Israel. Namun, dalam peta masa kini, nama-nama kuno itu sedikit sekali yang bisa diketahui, di mana itu.
Begitu rombongan eksodus itu tiba di seberang, lalu ke mana me-reka pergi dan seberapa jauh? Teori pakar Israel itu berbeda tajam de-ngan pendapat para pakar terdahulu. Dalam Keluaran 5:3 tertulis: “Musa berkata kepada Firaun, “ Allah orang Ibrani telah menemui kami; izinkanlah kiranya kami pergi ke padang gurun tiga hari perjalanan jauhnya, untuk mempersembahkan korban kepada Tuhan, Allah kami.” Dalam Keluaran 8:17-28 hal itu diulang: “Kami akan pergi dalam perjalanan selama tiga hari ke alam liar…”. Dan jawab Firaun: “ Baik, aku akan membiarkan kamu pergi untuk mempersembahkan korban kepada Tuhan, Allahmu, di padang gurun. Hanya janganlah kamu pergi terlalu jauh..”

Menurut profesor itu, apa yang dinyatakan itu menurut ukuran tradisional, lokasinya sangat jauh dari ujung Semenanjung Sinai. Hampir 220 kilometer dan bisa ditempuh 3 hari berjalan kaki.  Tentu saja, perjalanan yang disebut ‘normal’ sebagai “perjalanan dalam hitungan hari” itu menjadi lebih panjang, karena umat Musa yang ribuan tersebut banyak yang sudah tua, sakit-sakitan, yang masih anak-anak, berikut kawanan ternak yang dibawa. Tentu perjalanan yang merambat dan beristirahat dengan mendirikan tenda-tenda serta api unggun. “Perjalanan tiga hari” itu bagi orang Israel tersebut sekurang-kurangnya selama satu bulan. Dan ke mana arahnya?
“Jadi, untuk mengetahui jalur perjalanannya, kita harus mengetahui tiga titik per-kemahan utama dalam perjalanan mereka.” katanya. Dari dua titik penting, yakni  Mara dan Elim (Kejadian 15:23-27), dan yang ketiga adalah Refidim (Keluaran 17:1-6).

Menyusuri Sumber Air.

Di Mara, airnya sangat pahit, sehingga untuk menjadikan air tawar, Musa menggunakan tongkat kayu mujizatnya. Menurut perkiraan sang profesor, tempat itu adalah gurun pasir yang kini berada di sebelah timur Suez yang modern,yang oleh orang-orang Arab dinamainya Bir el Murah (sumur pahit). Dalam Injil, perjalanan eksodus itu menempuh gurun tanpa air selama 3 hari untuk mencapai Mara. Dari tempat itu perjalanan sehari mencapai Elim, di mana terdapat 12 sumber air serta 10 pohon kurma. Jaraknya kira-kira 9 kilometer dari Murah, di mana hingga kini terdapat oasis yang dinamai orang Arab sebagai Ayun Musa (Sumber Air Musa). Sedangkan perhentian ketiga yang penting adalah Refidim. Lokasi itu penting diketahui, karena  Allah berkata kepada Musa: “Ingat, Aku akan berdiri di sana di depanmu di atas gunung…. Horeb”. Kalau sudah menemukan lokasi Refidim, menjadi dekatlah Gunung Sinai-Horeb. Hanya selepas pandang saja.

Akan tetapi, untuk mencapai tempat tersebut, orang-orang Israel masa itu harus menempuhnya sehari penuh menyusuri kawasan tandus sepanjang pantai dari Elim, lalu membelok ke arah pedalaman. Dengan menaiki jeep menyusuri pantai, ketiga orang itu tiba di suatu wadi (gurun) luas yang dinamai Wadi Suder, dengan jalur saluran air yang kering dan akhirnya mencapai perbukitan tandus. Menurut Har-El, mengapa Musa membelok dari jalur pantai laut ke pedalaman, karena masuk di akal, sebab dengan menyusuri gurun tersebut akan dapat menemukan sumber-sumber air. Dia berpendapat, di tempat itulah Refidim, dan menyatakan, bahwa pegunungan rendah yang berpuncak tajam-tajam bagaikan sederetan gigi raksasa tersebut kemungkinan adalah Gunung Sinai.
“Namanya sekarang adalah Sinn Bishr (nama Arab), yang bila diterjemahkan berarti ‘pernyataan tentang hukum’ atau ‘hukum tentang manusia’.” Ditambah-kannya, bahwa jarak dari penyeberangan di Danau Pahit juga tepat, yakni sekitar 55 km bila melalui Jalan Raya 55, di mana masa Musa itu berarti 3 hari perjalanan!

Ketika berada di dekat puncak bukit itu, ketiganya mencari-cari jenis dua bebatuan yang digunakan Musa sebagai papan-tulis untuk ditulisi (disebut tablet) tentang Hukum, di mana dalam kemarahannya Musa menghancurkan salah satu papan batu itu dan mengutipnya pada papan batu satunya. Di sekitar tersebut jenis batunya lunak seperti batu kapur. Mudah dipotong, diukir dan dipecah-pecah berkeping-keping.  Di tempat yang tak jauh dari situ, jenis batunya adalah granit, keras.

Lalu dicari pula sumber air orang-orang Israel yang dinamai Ritmah. Letaknya sekitar 15 km dari Sinn Bishr. Akan tetapi yang tidak bisa ditemukan, adalah sisa-sisa batu tablet yang dibanting Musa, entah tertimbun di mana setelah lewat waktu sekian ribu tahun.

“Di Luar” Dunia.

Perjalanan mereka dilanjutkan arah selatan, lokasi para peziarah yang percaya di sanalah Gunung Musa.  Begitu melewati kota cilik Abu Rudeis, mengarah ke pedalaman dan dataran tinggi berbukit-bukit liar dan gurun. Di hari kedua, berkendara jeep hanya satu jam, Har-El menunjuk beberapa puncak bukit yang dianggap sebagai gunung keramat. Di ketinggian 7 ribu meter di atas permukaan laut, mereka memasuki semacam lembah dan terhenti oleh keberadaan sebuah biara kuno, St. Catherine (Santa Katarina). Biara dengan gerejanya yang antik itu dibangun tahun 340 SM oleh Santa Helena, berlokasi di kaki (yang dipercaya mereka) Gunung Sinai. Pada tahun 530 saat kekaisaran Bizantin di bawah kaisar Yustinian, dibuatlah tembok mengelilingi kompleks biara itu.  Menurut mereka, di tempat itu Musa berbicara kepada Allah yang keluar dari semak belukar yang terbakar.

Menurut Gordon Gaskill, belum pernah melihat tempat begitu terpencil, sehingga lebih sesuai berada di “di luar dunia”. Tempat yang dilupakan oleh dunia. Dalam ekspedisi 1947 oleh para pakar Amerika, menjadi kaget saat berbincang dengan  Pastor Pachomius, bahwa dia belum pernah melangkahkan kaki keluar biaranya dan tidak pernah mendengar tentang Perang Dunia I maupun Perang Dunia II.

Dekat dengan dinding selatan biara itu berdiri tegak lurus tebing gunung yang sebagian waktu se-tiap harinya meneduhi biara tersebut dari sinar matahari. Untuk mencapi puncak gunung itu perlu waktu dua atau tiga jam melalui 3 ribu anak tangga yang ditakik oleh para biarawan di situ. Di puncak terdapat tanah yang datar yang penuh dengan benda atau tanda secara tradisional tentang Musa. Kata orang, di tempat itu Musa selama 40 hari siang dan malam, Musa berkomunikasi dengan Allah pada sebuah gua kecil yang ada di situ. Sebuah masjid dan kapel cilik Kristen berdiri di sana. Dari ketinggian tersebut, dapat melihat hamparan luas gurun pasir dan teluk-teluk, serta sinar matahari yang lembayung ketika mataharinya telah tenggelam di benua Afrika utara.

Di pagi buta, ketiganya dibangunkan oleh dentang gereja biara, yakni 33 kali, yang secara tradisional setiap dentang itu menandai tahun usia Yesus. Di tempat itu, para peziarah Kristiani mulai membuat minuman kopi, sekelompok peziarah petualang  Yahudi keluar dari kantong-tidurnya, sedangkan pengemudi jeep mereka yang beragama Islam mulai sembahyang subuh, menghadap arah selatan ke Kaabah di Mekkah, yang letaknya tidak begitu jauh dari situ. Gaskill merasakan, bahwa tak ada tempat di dunia seperti di situ. Toleransi damai dalam beragama.
“Memang benar, kalau Yerusalem juga dihormati oleh kaum Kristiani, Muslim dan Yahudi, akan tetapi masing-masingnya berbeda agama karena alasan sejarah.” katanya.

Saat meninggalkan lokasi tersebut melalui gurun dan matahari yang muncul dan seolah bergerak cepat dari arah Saudi Arabia, menjadikan puncak Gunung Musa  bermandikan cahaya keemasan.
Kesan mereka, tak terlupakan ungkapan kuat dari Kejadian “guruh dan halilintar, awan tebal di atas gunung….dan Gunung Sinai diselimuti asap, sebab Allah keluar dari dalam api.” (sumber: Reader’s Digest, July 1973; The Lion Encyclopedia of the Bible, 1978;Grolier Encyclopedia of Knowledge/as/aw/sgbi)

https://bethany.or.id/wp-content/uploads/2015/05/gunung-sinai.jpg 390 600 s1nod3adm https://sinode.gbu.co.id/wp-content/uploads/2025/04/logo-sinode-admin-bethany-web-copy-300x87.png s1nod3adm2025-04-16 08:16:512025-04-28 02:20:51Dimanakah Gunung sinai itu?

Johann Gutenberg, Pencetak Pertama Alkitab

April 16, 2025/in Artikel Lepas, News

BETHANY.OR.ID – Selama  abad pertengahan, tidak banyak orang memiliki Alkitab atau buku bacaan apapun. Teks Alkitab disalin dengan tulisan tangan pada papyrus, kulit hewan ataupun kemudiannya pada kertas-kertas prioduk awal oleh para biarawan. Sehingga hanya  beberapa gereja dan beberapa orang bangsawan kaya saja yang bisa memilikinya. Hal itu disebabkan biaya untuk bahan bakunya serta tenaga  serta waktu penyallnnannya sebagai sesuatu yang mewah. Tidak  dapat dicapai oleh orang-orang biasa. Bahkan mengharapkan untuk dapat membacanya saja Alkitab atau buku yang dibutuhkannya  selain tidak tersedia, apalagi memilikinya.

Terlebih lagi, tidak banyak orang yang dapat membaca buku atau Alkitab dalam bahasa mereka sendiri. Sebab, buku-buku yang langka dan sangat mahal tersebut pada umumnya – termasuk Alkitab – hanya tersedia dalam bahasa Latin,. Bahasa yang dimengerti hanya oleh segelintir orang, termasuk beberapa pendeta. Orang-orang awam bergantung pada imam setempat.  Lukisan-lukisan atau patung-patung di gereja yang lebih dijadikan informasi mengenai Alkitab. Acap kali imam setempat kurang atau sama sekali tidak terlatih dalam bahasa Latin atau pengetahuannya tentang Alkitab sangat minim. Meskipun para sarjana berdebat tentang Alkitab dan menulis berbagai ulasan, namun buah pemikiran mereka agak sukar ditelaah oleh orang-orang Kristen awam pada umumnya.

Salah satu perubahan besar pada abad lima-belas mempunyai dampak besar pada keadaan  yang seperti itu. Pada tahun 1439, Johann Gutenberg, lelaki kelahir-an kota Mainz pada 1398,  anak bungsu  pengusaha kelas atas, mengawali kariernya sebagai tukang pandai emas. Dia mengutak-atik huruf-huruf yang ditakiknya pada kayu. Ketika salah satu huruf itu jatuh  di atas pasir, terbentuklah bekas huruf tersebut terbalik yang membekas di pasir. Berpikirlah dia,  bahwa untuk membuat huruf terbalik, lalu ditempelkan pada tinta dan dicapkan pada kertas: jadilah ‘huruf cetak’. Begitulah dia kelak membuat huruf-huruf cetak melalui eksperimen pada keping-keping logam yang dapat di-pindah-pindahkan. Dengan menyu-usun buku dalam cetakan timah, ia dapat menghasilkan salinan dalam jumlah yang besar. Istimewanya lagi, produksi bisa bersifat massal, biayanya jauh lebih kecil daripada salinan tangan.

Pada tahun 1455, Gutenberg — dengan sekelompok kawan-kawannya — mencetak Alitab (kelak disebut “Alkitab Gutenberg”) terdiri dari 140 baris sebanyak180 salinan Alkitab terjemahan Hieronimus yang dinamai ‘Vulgata’. Orang biasa masih belum dapat memahami firman Allah. Akan tetapi itulah langkah awal dari suatu revolusi besar dalam proses pengetahuan dan ilmu komunikasi..

 

Liku-liku Perjuangannya.

Rintisan pemuda asal Mainz itu tidak begitu saja berjalan mulus. Ketika masih anak-anak, keluarganya meninggalkan Mainz karena terjadinya kerusuhan akibat pemberontakan di kawasan itu, pindah ke kota Eltville am Rheim (disebut juga: Alta Villa).  Setelah dewasa, dia hidup di kota Strassbourg hingga tahun 1444. Temuannya tentang huruf cetak dari logam dan mesin cetaknya, disempurnakan. Ketika situasi Mainz aman, dia kembali ke kota itu dan berniat memproduksi mesin cetaknya, tetapi tak punya uang. Lalu menghubungi kenalannya bernama Fust untuk meminjam uang. Dari dana itulah dia mengerjakan temuannya. Tetapi dananya habis, dan bangkrutlah dia. Fust menuduh uang pinjamannya disalahgunakan Gutenberg. Lalu pada 1455 dia merencanakan membuat usaha percetakan kecil di kota Bamberg, namun tak memiliki dana.

Karena kekurangan dana itulah, maka mesin cetak maupun produk-produknya tidak berlabel namanya.
Kemungkinan besar, Kamus Katolik (Catholica Dictionary; 1466)  yang dicetak di Mains adalah hasil karyanya. Kamus setebal 744 halaman itu dicetak 300 buah.

Untuk sementara, para pakar percetakan di Mainz itu merahasiakan teknik Gutenberg sebagai rahasia perusahaan. Namun menjelang tahun 1483. Namun, tatkala Martin Luther lahir, setiap negara di Eropa memiliki sekurang-kurangnya satu percetakan. Dalam tempo lima puluh tahun sejak pencetakan Alkitab pertama oleh Gutenberg dan kawan-kawan, percetakan-percetakan telah mencetak jauh melebihi salinan-salinan yang dihasilkan para biarawan berabad-abad lamanya. Buku-buku bermunculan dalam sejumlah bahasa, dan orang yang melek huruf bertambah. Dari situlah ilmu pengetahuan menjadi milik orang banyak.

Tanpa penemuan Gutenberg, mungkin tujuan Reformasi memakan waktu lebih lama untuk dicapai. Selama hanya para rohaniwan yang dapat membaca firman Allah dan membandingkannya dengan ajaran gereja, maka dampaknya terbatas sekali bagi orang-orang Kristen awam.

 

Alkitab Merakyat.

Dengan penemuan percetakan ini, Luther dan para reformator lainnya dapat menyampaikan firman Allah kepada “setiap bocah pembajak (ladang) dan gadis pelayan”. Luther menerjemahkan Kitab Suci ke dalam bahasa Jerman yang baik dan mudah dibaca, yang digunakan berabad-abad lamanya. Alkitab menjadi “merakyat”. Tidak lagi seorang imam, paus atau konsili yang menjadi perantara bagi para pemercaya dan pemahaman Alkitabnya. Meski banyak yang menyatakan, bahwa tidak semua orang dapat mengerti firman Allah tanpa dijelaskan oleh para gerejawan, orang-orang Jerman itu mulai melakukan hal itu.
Ketika mereka membaca, orang-orang biasa ini mulai meresapi dunia Alkitab yang dramatis. Kegiatan-kegiatan iman di rumah-rumah tangga sudah dimungkin-kan. Perlahan-lahan tembok antara pastor dan jemaat mulai runtuh. Dari pada cemas akan “Apa yang harus saya akui kepada seorang imam?,” orang percaya dapat bertanya, “Apakah hidup saya sesuai dengan ajaran Alkitab?”
Dengan penemuan alat cetak yang rumit itu, maka tersulutlah api di seluruh Eropa. Yaitu api yang menyebarkan Injil dan yang membuat orang melek huruf.

Johannes Gutenberg yang meninggal pada 3 Februari 1468 itu, merintis timbulnya disiplin ilmu der Publizei (Publisistik) yang kelak berkembang menjadi ilmu komunikasi. Menumbuhkan usaha-usaha media massa yang kemudian dianggap sebagai “kekuatan keempat dalam negara”.  Meskipun unit cetak sekarang serba computerized, namun unit-unit cetak menggunakan huruf-huruf dari timah-hitam yang dilelehkan dan dituangkan pada huruf-huruf logam (disebut: intertype dan linotype) merupakan perintis. Malahan di beberapa tempat, model itu masih dipergunakan.  [berbagai sumber/wic/sgbi]

https://bethany.or.id/wp-content/uploads/2015/03/Gutenberg_Press_Replica.jpg 464 714 s1nod3adm https://sinode.gbu.co.id/wp-content/uploads/2025/04/logo-sinode-admin-bethany-web-copy-300x87.png s1nod3adm2025-04-16 08:15:512025-04-28 02:25:10Johann Gutenberg, Pencetak Pertama Alkitab

Terowongan Rahasia Yerusalem Buka Kisah Hukuman Allah

April 15, 2025/0 Comments/in Artikel Lepas, News

BETHANY.OR.ID-Di bawah sisa-sisa reruntuhan bekas kerajaan besar bangsa Yahudi sebelum dan awal tahun Masehi yang berpusat di kota Jerusalem, para arkeolog negara Israel yang sedang meneliti keberadaan jalan raya dalam kota  zaman purba itu, tiba-tiba menemukan sebuah terowongan besar yang mengarah ke sungai Kidron, dan mungkin bermuara di Laut Mati.

Penemuan para arkeolog Universitas Haifa bersama Dinas Purbakala Israel pada akhir Agustus dan diumumkan 9 September lalu, membuka kembali lembaran sejarah bangsa Yahudi yang ditimpa dampak hukuman  Allah atas perbuatan leluhurnya, sehingga menyebabkan kehancuran kerajaan Yudea (Yehuda).

Dari satu era ke era selanjutnya, negara, bangsa dan ibu kotanya menjadi sasaran rangkaian penyerangan dan penghancuran dari berbagai negara tetangganya pada zaman itu. Akibatnya, menjadilah bangsa Yahudi porak poranda dan harus menjalani kehidupan yang terpencar menjadi budak berbagai bangsa  di dunia. Kota Jerusalem sebagai ibu kotanya, berulang kali luluh lantak, dan tidak lagi menjadi ibu kota negara manapun hingga kini. Peristiwa demi peristiwa yang menimpa bangsa dan kota itu terekam dalam naskah yang  ditulis sejarawan Romawi, Josephus Flavius , yang menyebutnya sebagai “Peperangan Yahudi” (War of the Jews).

Penemuan terowongan itu sebenarnya secara tidak disengaja, yakni ketika para arkeolog tersebut sedang mencari jejak jalan kuno Jerusalem, di bawah reruntuhan Bait Suci Kedua (the Second Temple) bangsa Yahudi pada tahun 70 sebelum Masehi. Ketika penggaliannya mencapai bagian selatan kota, tiba-tiba menemukan bekas saluran pematusan. Saat terus digali, saluran tersebut menuju sebuah terowongan besar di bawah tanah, searah dengan jalan raya kuno yang ada di atasnya.

“Kami sedang mencari jalan besar itu dan tiba-tiba kami menemukannya (terowongan itu)”, ujar Eli Shukron, pejabat Dinas Purbakala tersebut.

Menurut Ronny Reich, direktur Universitas Haifa, terowongan yang dibangun di zaman keemasan pemerintahan raja Yahudi, Herod, diperkirakan merupakan jalan rahasia untuk melarikan diri orang-orang Yahudi yang kotanya dikepung dan kemudian diserbu oleh tentara Romawi, kira-kira  2000 tahun lalu, atau tepatnya tahun 70-an..
Dinding terowongan yang dibuat dari bebatuan ashlar (lempengan batu segi empat ukuran besar, biasanya untuk dinding bangunan),  berada sedalam lebih kurang 1,5 meter, di mana pada beberapa tempat terdapat ruang-ruang agak luas yang diperkuat konstruksinya dengan bebatuan sejenis batu-cor serta lubang-lubang seperti tempat untuk  orang bersembunyi. Fungsi utamanya diperkirakan oleh para ahli tersebut sebagai pematusan limpahan air hujan, sehingga menghindarkan banjir di kota Jerusalem.

Membuktikannya sebagai ‘terowongan rahasia’ untuk melarikan diri, di dalamnya ditemukan sisa-sisa gerabah, sisa-sisa perahu, beberapa mata uang serta sisa-sisa benda yang terdapat di Bait Suci (Bait Allah) Kedua. Penemuan tersebut mempunyai makna tersendiri, bahwa bangsa itu dulunya hidup dalam kekayaan, sehingga mampu membangun terowongan tersebut. Meskipun tidak terlibat dalam ekspedisi tersebut,  Joe Zias, arkeolog yang pernah bertugas meneliti Bait Suci Kedua mengatakan, bahwa penemuan tersebut menggambarkan  betapa besarnya struktur kota tersebut. Berbeda dengan kota-kota kerajaan-kerajaan kuno yang ada di di kawasan timur tanah Yahudi itu.

Bait Suci Kedua merupakan pusat dari tempat ibadah bangsa Yahudi di saat pemerintahan era kedua Persemakmuran Yahudi, yakni kerajaan berotonomi tetapi di bawah kekuasaan kekaisaran Romawi, yang menguasai kawasan tersebut selama enam abad. Pengembangan kerajaan dan kota tersebut dilakukan oleh Herod, penguasa yang diangkat kaisar Romawi sejak tahun 37 sebelum Masehi.

Saat itu di Jerusalem berdiam puluhan ribu orang Yahudi, dan ribuan darinya lolos lewat terowongan rahasia tersebut. Hanya saja, saat itu baru dapat digali sejauh lebih dari 90 meter. Menurut Reich, akan digali terus sejauh setengah mil, yang membujur dari utara di Bait Shiloah Pool di Jerusalem menuju selatan di Bait Suci, Puncak Bukit (Mount Temple) yang dianggap tempat ibadah suci oleh bangsa Yahudi, hingga mencapai pinggiran kawasan Mesjid Al Aqsha, yang dianggap suci oleh kaum Muslimin.

Mengingkari Perintah Allah

Kerajaan bangsa Kanaan yang membuat benteng kokoh suku bangsa Jubusite pada era 2500 tahun sebelum Masehi, pada 1000 tahun sebelum Masehi bisa direbut oleh raja Daud. Benteng itu dijadikan ibu kota bernama Jerusalem (dari bahasa Ibrani: Yerushalayim; dalam bahasa Arab: Bait-al-Muqaddas). Kehidupan suku bangsa Jubusite kemudian lebur dalam kehidupan bangsa Yahudi. Ketika raja Salomo menggantikan Daud, kota itu dikembangkannya dan membangun Bait Suci guna menempatkan Tabut Perjanjian. Pada saat keturunannya kelak yang bernama Hizkia menjadi raja, prestasinya ialah membuat terowongan saluran air di bawah kota Jerusalem (701 seb. Masehi) yang dimulai dari mata  air Gihon mengarah ke Kolam Siloam. Tidak lama sesudah itu, raja Sanherib dari Assyria menyerbu negaranya dan mengepung Jerusalem. Hizkia berunding dengan para pembesar dan panglima perangnya, lalu menimbun sumber air itu, dengan harapan pasukan Assyria tidak mendapatkan air minum. Tetapi kerajaan Yehuda itu dibuat sengsara oleh raja Sanherib.
Itulah kehancuran pertama kerajaan Yehuda.

Ketika Jerusalem dikepung, dia juga minta perlindungan Tuhan. Pada suatu malam, malaikat Tuhan (Yehuwah) menghancurkan bala tentara raja Assyria sehingga 185.000 tentaranya tewas dan raja Assyria itu menjadi takut, lalu kembali ke negaranya. Khusus kota Jerusalem terselamatkan. Tentunya yang di luar itu sudah dijarah oleh kerajaan Assyria. Atau mungkin yang dimaksud Sanherib dalam dokumen itu, yakni mengepung kota Jerusalem “sebagai sangkar burung” buat Hizkia.

Akan tetapi, pada saat Manasye menggantikan kedudukan bapaknya  (Hizkia), mulailah kehidupan masyarakat Yahudi dan kotanya itu menjadi berantakan.  Dalam kemakmuran kerajaan, terutama kehidupan dalam kota Jerusalem, orang-orang Yahudi mulai mengingkari perintah hukum-hukum Tuhan yang disampaikan melalui Musa selaku “bapak” bangsa Yahudi.  Pesta pora dan mabuk-mabukan merupakan pemandangan sehari-hari.
Salah satu contoh kondisi kehidupan demikian  bisa dilacak dari  kisah kehidupan pemuda bernama Jeremiah yang lahir dan tinggal di desa Anatot, di luar kota itu.

Suatu hari,  Firman itu datang juga dalam zaman Yoyakim bin Yosia, raja Yehuda, sampai akhir tahun yang kesebelas zaman Zedekia bin Yosia, raja Yehuda, hingga penduduk Yerusalem diangkut ke dalam pembuangan dalam bulan yang kelima. Firman TUHAN datang kepadaku (Yeremia), bunyinya: “Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa.” Maka aku menjawab: “Ah, Tuhan ALLAH! Sesungguhnya aku tidak pandai berbicara, sebab aku ini masih muda.” Tetapi TUHAN berfirman kepadaku: “Janganlah katakan: Aku ini masih muda, tetapi kepada siapa pun engkau Kuutus, haruslah engkau pergi, dan apa pun yang Kuperintahkan kepadamu, haruslah kausampaikan.  Janganlah takut kepada mereka, sebab Aku menyertai engkau untuk melepaskan engkau, demikianlah firman TUHAN.”(Yeremia 1:3-8)

Sejak itu dia menjadi nabi dari Tuhan. Dalam memberikan layanan (626 SM hingga 585 SM) itulah yang menjadi pangkal permasalahan dengan bangsanya sendiri di Jerusalem. Melalui ucapan-ucapan dan tindak-tanduknya, Jeremiah mengecam tingkah-laku orang-orang Yahudi yang berpesta-pora, mabuk-mabukan dan lain-lain dengan alasan memuliakan nama Allah. Akhirnya dia ditangkap oleh orang-orang suruhan para tetua dan pemuka agama serta diajukan ke pengadilan. Orang-orang Yahudi menuntutnya dihukum mati.

“Saya diutus oleh Yehuwah yang mengatakan: ‘Jalanmu luruskan dan tunduklah pada kata-kataKu!” demikian kata-kata pembelaan Yeremiah. Sambungnya: “Sedangkan saya? Saya sudah di tangan tuan-tuan semua. Saya disuruh mematuhi kebenaran dan keadilan yang tuan-tuan buat. Tetapi, kalaulah tuan-tuan akan menghukum mati saya, ketahuilah, bahwa darah yang bersih itulah yang akan tuan-tuan tumpahkan!” Ucapannya itu membuat para hakim ragu-ragu, lalu melepaskannya, tetapi diusir dari Jerusalem. Yeremiah masih mengingatkan, bahwa dia mengumpamakan sebuah bejana yang remuk, maka demikian pula kerajaan itu dan kota Jerusalem nantinya karena mengingkari Tuhan.

Pada akhirnya, ucapan-ucapannya itu ingin didengar sendiri oleh raja Yudah, Yoyakim. Dia dipanggil untuk menghadap, namun Yremiah tidak menghadap sendiri. Hanya suatu catatan panjang berupa gulungan kertas (scroll document) berisikan firman-firman Allah melalui ucapannya dan kemudian ditulis oleh pengikut setianya bernama Baruch, yang disampaikan. Sang raja menjadi marah, namun dibacanya juga isi catatan tersebut, lalu merobek-robek dan membakarnya. Yremiah dan Baruch yang diburu, disembunyikan oleh Tuhan. Firman-firman Allah tersebut ditulis kembali oleh Baruch dan hingga kini bisa dibaca sebagai Kitab Jeremiah. Raja itu tidak belajar dari pengalaman moyangnya, raja Hizkia, di mana kotanya dikepung dan dapat direbut oleh raja Sennakrip dari Assyria (701 tahun sebelum Masehi).

Raja itu,– keturunan dari raja-raja Hizkia, Manasye, Amon, Yosia dan Yoahas,– yang pertama-tama melakukan kejahatan di mata Tuhan. Antara lain melakukan penindasan, kekerasan, pemerasan melalui pajak pada rakyatnya untuk membayar upeti pada kerajaan Mesir, berfoya-foya dan menyingkirkan ajaran Tuhan.

Kehancuran Demi Kehancuran
Raja Yoyakim kemudian digantikan anaknya, Yoyakhin. Seperti bapaknya, dia juga dianggap melakukan hal yang jahat di mata Tuhan. Pada zaat itu, Babylonia (Babel) merupakan kelanjutan kekaisaran Mesopotamia, sebagai kerajaan besar tetangganya pimpinan Nebukadnezzar ( 604-562 seb. Masehi)  menyerang dengan mengepung. Karena merasa tak sanggup melawan, Yoyakhin bersama keluarga dan para pembesar kerajaan, panglima dan pimpinan pasukan serta para pegawainya keluar menemui pasukan Babel. Pada tahun ke delapan pemerintahannya itulah, Yoyakhin dan pengikutnya ditangkap dan ditahan di Babylonia. Pasukan Nebukadnezar menjarah semua isi istana dan Bait Suci, penduduk Jerusalem diangkut untuk dijadikan budak di Babylonia, terutama ke ibu kotanya di pinggir sungai Eufrat, lk. 88 km selatan kota Bagdad masa kini. Di kota yang dibangun Nebukadnezzar yang “gila” arsitektur indah dan seni budayanya, yang antara lain membangun Taman Tergantung (the Hanging Gardens) yang merupakan salah satu dari Tujuh Keajaiban Dunia, yang terbanyak ditempatkannya para tawanan asal Yerusalem. Sedangkan yang ditinggalkan  hanya orang-orang yang lemah.

Itulah kehancuran kedua kerajaan Yehuda.
Ketika Yoyakhin meninggal, Nebukadnezar II mengangkat paman raja Yoyakhin bernama Matanya dan mengganti namanya menjadi Zedekia (Zidkiyah) untuk berkuasa di Jerusalem dengan hak otonomi.
Akan tetapi, Zedekia yang juga dinyatakan melakukan perbuatan jahat di mata Tuhan seperti ayah dan kakeknya, pada tahun kesembilan pemerintahannya, sudah merasa kuat, lalu memberontak terhadap Nebukadnezzar. Pada 586 sebelum Masehi, raja Babel yang marah itu melancarkan pengepungan dengan puluhan ribu bala tentaranya. Selama delapan belas bulan kota benteng Jerusalem dikepung, menjadikan rakyat Yahudi kelaparan. Akhirnya tembok bentengnya bisa ditembus dan dikalahkan. Dalam sejarah maupun Perjanjian Lama, peristiwa itu dicatat sebagai hal yang penting. Pasukan Babel dipimpin panglimanya bernama Nebuzaradan dan dibantu kelompok Kasim,  menghancurkan dengan membakar isi kota, termasuk Bait Suci, istana, rumah-rumah besar, dan membunuh banyak perajurit serta penduduk Yahudi. Tembok dan sekaligus dinding benteng yang mengelilingi kota dirobohkan.  Raja Zedekia ditangkap dan dicungkil matanya. Dia dan keluarganya, para perempuan, anak-anak dan beberapa lelaki dibawa ke Babylonia untuk dijadikan budak.

Itulah kehancuran yang ketiga kerajaan Yudah, kota Jerusalem dan bangsa Yahudi.
Sejak itu, beberapa kali kota Jerusalem yang sudah kehilangan gemerlapnya berganti-ganti penguasa yang berasal bangsa-bangsa asing.

Ketika raja Cyrus Agung dari Persia mengalahkan Babil pada 537 sebelum Masehi, raja itu mengijinkan orang-orang Yahudi kembali ke Jerusalem dan membangun kembali Bait Sucinya. Kekuasaan Persia tersebut berakhir 333 sebelum Masehi, saat raja Iskandar Agung memasukkan wilayah Palestina (termasuk Jerusalem) ke dalam kekuasaannya. Namun, pada 323 seb. Masehi, raja Ptolemy dari Mesir menguasai Palestina. Disusul 198 seb. Masehi, raja Selecuid, Antiochus Epiphanes, menguasai wilayah bekas kerajaan Yudah berikut Jerusalem, dan memasukkannya menjadi wilayah Syria. Terombang-ambing oleh pergantian para penguasanya, akhirnya orang-orang Yahudi pada 166 seb. Masehi, melakukan pemberontakan di bawah pimpinan kelompok Hasmonea atau Macc’abees terhadap kekuasaan Antiochus III dan berhasil mengalahkan kekuatan Syria di bumi Yudea dan Jerusalem. Bait Suci mereka bangun kembali pada 165 seb. Masehi. Keturunan Macc’abees/Hasmonea memerintah sampai dengan munculnya kekuatan kekaisaran Romawi pada 63 seb. Masehi yang merebut kota Jerusalem.
Kekaisaran Romawi membentuk pemerintahan lokal (istilah sekarang negara persemakmuran) dengan mengangkat Herod Agung menjadi raja. Dia membangun secara besar-besaran banyak gedung-gedung baru, jaringan jalan dan pematusan-pematusan air dan lain-lain di kota itu.  Kemudian Romawi menunjuk gubernur untuk Jerusalem, yakni Pontius Pilatus. Dianggap sebagai gubernur yang lemah dan bertanggung jawab dengan menyerahkan Yesus Kristus ke tangan imam-imam Yahudi dan para pengikutnya yang menangkap Dia untuk disalib.

Ketika timbul pemberontakan orang-orang Yahudi dengan sebutan “Bar Kochba” pada tahun 70 sebelum Masehi yang dapat dihancurkan oleh Romawi, maka  kembali lagi orang-orang Yahudi diporak-porandakan untuk ditindas, dibunuhi dan sebagian besar dijadikan budak, serta dilarang berdiam di Jerusalem. Pada saat itulah yang diperkirakan oleh para ahli purbakala Israel pada Agustus 2007, bahwa “terowongan rahasia” Jerusalem tersebut dipergunakan orang-orang Yahudi meloloskan diri dari sergapan tentara Romawi yang mengobrak-abrik kota itu. Pada saat itu, bala tentara Romawi juga menghancurkan Bait Suci Kedua (Second Temple). Penghancuran yang kesekilan kalinya.

 

Jerusalem Kini

Dalam wilayah negara Israel yang berdiri tahun 1948, kota Jerusalem berpenduduk  lebih dari 610 ribu jiwa. Dibangun pada puncak perbukitan Yudea, berjarak 55 km dari Laut Tengah, menjadi tempat yang dianggap suci oleh bangsa Yahudi, Kristen dan Islam. Sejak jaman dulu, kota itu menjadi tempat strategis, karena terletak di satu jalur transit perdagangan. Bagi agama Yudaisme (Ibrani), dijadikan sebagai kota suci karena adanya Bait-bait Suci, meskipun kini tinggal sisa runtuhannya, yakni Tembok Ratapan (Wailing Wall).

Kota yang semula didirikan sekaligus sebagai benteng yang kokoh di puncak bukit Yudea itu terbagi atas Kota Tua (Old City) di bagian timur dan Kota Baru (New City) di bagian barat. Antara keduanya dibatasi tembok yang tinggi, di mana bermukim orang-orang Yahudi, Muslim, Kristen dan Armenia. Banyak peninggalan purbakala berupa situs keagamaan berada di bagian Kota Tua, termasuk sisa tembok kuno Bait Suci Kedua, yang kini disebut “Tembok Ratapan” (Wailing Wall) yang dijadikan tempat beribadah agama Yahudi. Tempat tersebut dijaga ketat, karena dianggap tempat paling suci setelah mereka disingkirkan dari Bait Suci Puncak Bukit (Temple Mount).

Kalau terowongan air yang ditemukan pada Agustus 2007 itu untuk pelarian bangsa Yahudi ketika kotanya dihancurkan bala tentara Romawi, maka terdapat terowongan air lainnya yang membujur dari arah mata air Gihon hingga kolam Siloam di lembah Kidron sudah ditemukan pada abad 19 oleh para ahli purbakala asing. Meskipun terowongan tersebut tidak dicatat sebagai “jalan pelarian” orang-orang Yahudi saat kotanya diserang bangsa lain. Yang ditemukan hanya mencapai sepertiga dari perkiraan panjangnya yang satu setengah kilometer, lebar kurang dari sepuluh meter, dan di beberapa tempat tingginya kurang dari lima belas meter. Pengunjung (dengan ijin khusus) bisa memasukinya, tetapi pada musim penghujan, air di dalam terowongan bisa setinggi pinggang hingga dada! Sedangkan dokumen sejarah pembuatannya yang ditemukan pada 1880, hingga kini dapat disaksikan di Museum Istanbul (Turki)  ( Lit. a.l.: http.yahoo.com/s/ap/20070909; Encyclopedia of Knowledge: Grolier; WGD v.d. Hulst, S. Dwidjosewojo, R. Sugiarto T.: Babad saka Kitab Sutji, Taman PustakaKristen, Jakarta 1961; The Encyclopedia Americana: Americana Corporation 1978/as/aw/sgbi).

https://bethany.or.id/wp-content/uploads/2015/04/terowongan-yerusalem.jpg 390 600 s1nod3adm https://sinode.gbu.co.id/wp-content/uploads/2025/04/logo-sinode-admin-bethany-web-copy-300x87.png s1nod3adm2025-04-15 08:16:382025-04-15 08:16:38Terowongan Rahasia Yerusalem Buka Kisah Hukuman Allah
Search Search

Latest News

  • Penyaliban, Hukuman Mati yang Ngeri dan KejiApril 18, 2025 - 8:16 am
  • Pentahbisan Gembala Jemaat Gereja Bethany Nginden SurabayaApril 18, 2025 - 8:14 am
  • Memaknai Doa dan Puasa dalam Hidup Sehari-hariApril 16, 2025 - 8:17 am
  • Pohon ARA Pernah Dikutuk, Buahnya Ternyata BermanfaatApril 16, 2025 - 8:16 am
  • Dimanakah Gunung sinai itu?April 16, 2025 - 8:16 am

SITUS RESMI SINODE GEREJA BETHANY INDONESIA

Mewujudkan kebersamaan Pelayanan di dalam pengabdian kepada Tuhan Yesus Kristus dan jemaatNya melalui ikatan persekutuan “Successful Bethany Families.”

© Copyright - Bethany.or.id
  • Link to Youtube
Scroll to top Scroll to top Scroll to top