…..Baiklah letakkan tanganmu di bawah pangkal pahaku, supaya aku mengambil sumpahmu demi Tuhan, Allah yang empunya langit dan yang empunya bumi, bahwa engkau tidak akan pernah mengambil untuk anakku seorang istri dari antara perempuan Kanaan yang di antaranya aku diam” (Kejadian 24:2,3).
Pernikahan merupakan lembaga pertama yang didirikan Tuhan, yaitu sesaat setelah Adam diciptakan. Ketika dilihat bahwa manusia itu tidak baik hidup seorang diri, maka Tuhan menciptakan Hawa. Tuhan memberkati dan menguduskan mereka sebagai suami istri. Itulah alasannya mengapa pernikahan harus dipandang sebagai sesuatu yang sakral.Dan hal ini harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh bagi setiap pengikut Kristus.
Memang di zaman modern, sebagian orang tua membebaskan anak-anaknya memilih jodoh sendiri, akan dianggap kolot kalau orang tua yang menjodohkannya. Biasanya orang tua tinggal menyetujui atau tidak?
Lalu apa saja yang harus diperhatikan? Kita akan simak kisah Abraham. Saat itu tinggal di Kanaan, ia tidak mencari menantu dari antara orang Kanaan. Itu masuk akal, sebab mereka belum mengenal Allah. Ia menyuruh bujangnya pergi ke tanah kelahirannya, kota Nahor (Aram-Mesopotamia). Syarat utama yang dipesankan Abraham kepada bujangnya adalah ia harus gadis yang ‘seiman’ dengan Ishak.
Tugas itu tidak mudah, sebab banyak gadis di sana. Karena itu ia berdoa, “Tuhan, Allah tuanku Abraham, buatlah kiranya tercapai tujuanku pada hari ini, tunjukkanlah kasih setia-Mu kepada tuanku Abraham. Disini aku berdiri dekat mata air, dan anak-anak perempuan penduduk kota ini datang keluar untuk menimba air. Kiranya terjadilah begini: anak gadis, kepada siapa aku berkata: tolong miringkan buyungmu itu, supaya aku minum, dan yang menjawab: Minumlah, dan unta-untamu juga akan kuberi minum-dialah kiranya yang Kau tentukan bagi hamba-Mu, Ishak, maka dengan begitu akan kuketahui, bahwa Engkau telah menunjukkan kasih setia-Mu kepada tuanku itu, …….”
Allah berkenan kepada permohonannya. Belum selesai menaikkan doanya, datanglah Ribka. Karena gadis itu melakukan seperti doa yang dinaikkannya, ia pun diboyong bagi Ishak.
Ini mengingatkan kita, betapa sebuah pernikahan Kristen harus memperhatikan nilai-nilai kebenaran Alkitab. Harus yang seiman. Jika tidak, keberlangsungan sebuah pernikahan tak bedanya dengan konsep dunia sekuler. Keluarga Kristen harus junjung tinggi pernikahan Kristen yang sakral.[aw/16]