PENGETAHUAN,BETHANY.OR.ID-“Pada pagi-pagi hari dalam perjalananNya kembali ke kota, Yesus merasa lapar. Dekat jalan Ia melihat pohon ara, lalu pergi ke situ, tetapi Ia tidak mendapat apa-apa pada pohon itu selain daun-daun saja. KataNya kepada pohon itu: “Engkau tidak akan berbuah lagi selama-lamanya.” Dan seketika itu juga keringlah pohon ara itu. Melihat kejadian itu, tercenganglah murid-muridNya, lalu berkata: “Bagaimana mungkin pohon ara itu sekonyong-konyong menjadi kering?” Yesus menjawab mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu percaya dan tidak bimbang, kamu bukan saja akan dapat berbuat apa yang Kuperbuat dengan pohon ara itu.” (Matius 21:18-21).
FIRMAN di atas bagaikan kisah aneh bin ajaib dalam cerita-cerita Seribu Satu Malam (The Arabian Nights) jaman kalifah (raja) Harun al-Rasyid (786-809) dari Bagdad, Irak (dulu Mesopotamia) di pertengahan Abad 8-9. Padahal bukan begitu! Riwayatnya jauh sebelum kisah Seribu Satu Malam. Malahan, dikisahkan sejak Adam dan Hawa berada di dunia, pohon itu sudah dikenal. Buahnya boleh dikata sebagai andalan di daerah negara-negara dan bangsa-bangsa Timur Tengah atau Laut Tengah pada zaman era Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru.
Kelanjutan kisah firman di atas dari Markus 11: 20-21 yang bercerita: Pagi-pagi ketika Yesus dan murid-muridNya lewat, mereka melihat pohon ara tadi sudah kering sampai ke akar-akarnya. Maka teringatlah Petrus akan apa yang telah terjadi, lalu ia berkata kepada Yesus: “Rabi. Lihatlah, pohon ara yang Kau kutuk itu sudah kering.” Yesus menjawab mereka: “Percayalah kepada Allah!….” (dan seterusnya).
Kalau pohon ara merupakan andalan, lalu orang bertanya, mengapa tiba-tiba saja Yesus marah dan mengutuk sebatang pohon ara yang tak berbuah yang tumbuh dekat dengan desa Bethany itu? Harapan Yesus dan murid-muridnya dalam perjalanan itu bisa menemukan buahnya untuk pengisi lapar mereka dan sekaligus berteduh dari sinar matahari. Tetapi harapan itu pupus, karena pohon yang diharap-harapkan buahnya tersebut ternyata kali itu tidak berbuah. Salahkah pohon itu sehingga tidak berbuah? Permasalahannya bukan untuk mengangkat tentang kemarahan dan kutukan Yesus, akan tetapi ditekankan pada apa yang menjadi jawaban Yesus guna memberikan contoh kepada para muridNya tentang keyakinan diri untuk percaya pada Allah, maka mereka juga akan mampu mempunyai kekuatan seperti yang diperbuatNya.
Pertanyaan selanjutnya, apabila dalam peribadahan firman tersebut juga sering dibaca, namun tahukah para jemaat dan anda, apa dan bagaimana bentuk pohon ara?
Penulis salah satu Kamus bahasa Inggeris-Indonesia menyebut “ara itu buah kurma”! Itu salah besar. Dikarenakan termuat dalam Alkitab yang anda simak, maka agar tidak salah kira, sebaiknya Tabloid memberikan sekilas pengenalan tentang pohon tersebut.
Kisah Dalam Alkitab
Alkitab mengisahkan tentang pohon ara, meskipun dengan berbagai nama dan berbagai jenisnya. Sebagai contoh dari bahasa Ibrani, disebutkan nama enah atau enim, paggim, suke dan sukon. Dalam bahasa Arab disebut tin. Kesemuanya mengemukakan, bahwa buah pohon ara itu menjadi andalan di daerah yang kering tropis atau lembabnya sub tropis, khususnya di Asia Minor, seperti Iran, Irak, Yordania, Siria , Palestina, Israel, sebagian Mesir dan sekitar Laut Tengah (Mediterania) seperti Yunani hingga Spanyol.
Untuk pertamakalinya pohon ara disebut dalam Alkitab, yakni dalam Perjanjian Lama, di mana daunnya yang lebar itu digunakan penutup aurat Adam dan Hawa ketika sudah tahu akan malu akibat terjerumus dalam dosa.
Kejadian 3:7 mengisahkan: Maka terbukalah mata mereka berdua dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang; lalu mereka menyemat daun pohon ara dan membuat cawat.
Kemudian disebutkan tentang pohon itu di “tanah harapan” (bumi Palestina) yang didamba-kan oleh orang-orang Israel zaman Musa, sebagaimana dalam Ulangan 8:8 sebagai berikut: “..suatu negeri dengan gandum dan jelainya, dengan pohon anggur, pohon ara dan pohon delimanya….”.
Dikisahkan pula, bahwa ketika Musa memerintahkan dua orang mata-mata untuk meneliti tanah Kanaan, sesampainya mereka di lembah Eskol pada perjalanan pulang, memotong beberapa cabang dan buah-buahan pohon anggur, buah delima dan buah ara sebagai bukti kesuburan tanah di situ (Bilangan 13:23). Lalu kisah keluh-kesah orang-orang Israel kepada Musa, yang katanya tempat pengungsian dalam eksodus itu “bukan tempat untuk menabur, tanpa pohon ara dan delima” (Bilangan 20:5). Begitu pula saat negara Mesir pimpinan Firaun diterpa kutukan (tulah) berupa wabah, maka pepohon ara di tempat itu bertumbangan, sama dengan ancaman hukuman bagi orang-orang Israel yang tidak setia, antara lain dengan kata-kata: “…akan memakan habis pohon anggurmu dan pohon aramu.” (Jeremia 5:17). Begitu pula dalam kisah Amos ketika menjawab pertanyaan Amazia, imam di Betel (Amos 7:14): “Aku ini bukan nabi dan aku tidak termasuk golongan nabi, melainkan aku ini seorang peternak dan pemungut buah ara hutan.” Lalu dalam Perjanjian Baru dikisahkan tentang peranan pohon ara, yakni ketika Yesus diiringi para muridNya memauski kota Jerikho. Di jalan itu penduduk mengelu-elukan dan menutupi pandangan pimpinan pemungut pajak yang bertubuh pendek bernama Zacheus. Dia ingin melihat bagaimana sosok Yesus itu. Dalam Lukas 19: 4-5 dikisahkan: Maka berlarilah ia mendahului orang banyak, lalu memanjat pohon ara untuk melihat Yesus, yang akan lewat di situ…”
Apabila berkendara beberapa kilometer sepanjang desa-desa pegunungan di Palestina, di mana para petani berkebun pohon ara, maka dapat diketahui entah berapa tahun untuk menjadikan pohon yang tumbuh dengan lambat itu hingga menjadi berbuah. Namun, bukan pohon dan buahnya ditinjau hanya dari segi komersialnya, akan tetapi ada kebanggaan tersendiri, karena dipercaya pohon itu pembawa kedamaian dan rejeki. Di zaman raja Solomo dari Israel, kaum Yudah dan Israel berkeliaran dan berbincang bersama di bawah naungan pohon anggur dan pohon ara.
Pendek kata, banyak sekali disinggung tentang pohon ara dalam Alkitab. Berarti, pohon tersebut sebagai andalan atau pohon favorit bagi bangsa-bangsa di sana. Buktinya, dalam Yohanes 1:48 dikisahkan, bahwa disebabkan daunnya yang lebat, maka pada musim kemarau, para pemilik pohon itu di mana saja terlihat duduk-duduk berteduh di bawahnya. Nampaknya duduk atau berkumpul di bawah pohon ara akhirnya menjadi tradisi masyarakat..
Bentuk dan Manfaatnya
Pohon itu memang tidak tumbuh di daerah tropis Asia, termasuk di negara kita, kecuali di belahan barat daya Asia (Asia Minor), tempat yang diperkirakan asal mula keberadaan pohon ara. Kemudian menyebarlah ke kawasan sekitar Laut Tengah (Mediterania).
Jenis pohon ara Ficus carica, termasuk keluarga Urticacaeae, yang menghasilkan ara yang umum, di mana masuk pula keluarga jenis itu seperti pohon beringin, pohon karet liar India (rubber fig-tree), jenis sycomore dan tetumbuhan lain yang bermanfaat bagi manusia.
Kini pohon ara dibudidayakan di seluruh kawasan Israel dan Palestina, terutama di kawasan pegunungan, seperti Gunung Olivet. Pada abad 16, diperkenalkan di Amerika Utara untuk budidaya buahnya dan menjadi barang dagangan laris mulai tahun 1900 hingga kini. Begitu pula di Spanyol, di mana pohon itu dinamai brebas.
Ara yang liar yang bentuknya seperti tumbuhan belukar, bertumbuhan di mana saja, yang pada umumnya tidak berbuah atau disebut oleh orang fellahin sebagai “pohon lelaki”. Sejak zaman dulu, para petani perkebunan ara itu sudah menggunakan pupuk.
Bahasa Inggerisnya pohon ara disebut Fig. Dari bahasa Latin (ilmiahnya) Ficus. Masih menjadi keluarga tumbuhan mulberry (Moraceae). Tetumbuhan itu berbentuk mulai jenis perdu sampai dengan pohon kerdil yang selalu berdaun hijau di segala musim. Bermacam bentuk atau jenis buahnya, dari yang seperti buah peer, bulat seperti jeurk keprok ukuran kecil, bentuk kecil-kecil seperti duku atau langsat, sampai dengan yang kecil-kecil sebagai buah pohon beringin. Buah-buah tersebut sebagian besar bisa dimakan mentah-mentah, ataupun dimasak atau diproses dulu. Jenis buahnya yang seperti buah peer, meskipun berukuran lebih kecil, sejak dulu sudah dibudidayakan. Dari beberapa jenisnya, umumnya jenis yang dijadikan barang dagangan adalah Ficus carica. Sejak zaman dulu, berbagai jenisnyabuah ara ada yang dibuat sebagai bahan kue. Terbukti ketika Abigail memberi bekal kepada Daud dan orang-orangnya ketika berjaga-jaga terhadap keamanan negeri itu, menurut 1 Samuel 25: “…lima sukat bertih gandum, seratus buah kue kismis dan dua ratrus kue ara…”. Lalu ketika Yesaya mengobati raja Yehuda, Hizkia, malahan menggunakan kue ara untuk obat, dengan memerintahkan orang-orang raja itu melalui kata-kata: “Baiklah diambil sebuah kue ara dan ditaruh pada bara itu, supaya sembuh!” (Yesaya 38: 21).
Ara di Indonesia?
Kalau tak salah, beberapa orang dari penduduk di lembah Pegunungan Dieng, provinsi Jawa Tengah yang dingin, menanam tumbuhan famili Carica itu. Bukankah pohon ara masuk dalam keluarga Ficus carica? Mereka menggolongkan saja sebagai jenis buah papaya (Carica papaya) karena daunnya lebar seperti daun papaya maupun daun ara,, meskipun isi buahnya berbeda. Biasanya dikeringkan dulu, atau bisa juga dimakan sewaktu masih segar. Mereka percaya, buah itu untuk obat, antara lain anti penyakit jenis kanker dan lain-lain. Penduduk menjadikannya produk industri-perumahan (home industry) dalam bentuk potongan-potongan buah itu dan dimaniskan serta menjualnya di kota-kota di Jawa Tengah hingga Jakarta. Tidak jelas, oleh siapa dan kapan jenis tumbuhan itu dibawa ke Dieng Plateau.
Tetapi, ada pohon (kini terbanyak hanya di hutan tutupan atau cagar alam) yang juga terdapat di Sumatera dan Jawa yang disebut “Ara’. Daunnya tidak lebar dan pohonnya bisa tinggi sekali. Kalau berbuah, menempel pada batang atau dahan pohon, bergerombol, seperti buah duku atau langsat (Lansium domesticum). Di Jawa biasanya disebut buah “elo” yang besarnya sama dengan duku,dan bila sudang matang terasa agak manis. Bila setengah masak, biasanya dipakai pelengkap buah-buahan untuk rujak. Sekarang pohon ini yang ada di pemukiman penduduk sudah jarang atau malahan sudah punah. Yang jelas, bukan ara yang dimaksud dalam Perjanjian Baru itu.
Wujud Ara
Pada era yang dikisahkan dalam Perjanjian Baru itu, mungkin jenisnya adalah pohon ara liar yang dinamai Caprifig. Karena pada era pengajaran Yesus Kristus, tumbuhan tersebut belum dibudidayakan, tetapi tumbuh secara liar di kawasan pegunungan Israel.
Pohon itu terdiri dari satu atau beberapa batang dengan tinggi maksimum antara 4,9 hingga 9 meter. Daunnya lebar bercabang (terpecah-pecah) dalam tiga lima lembar dan kasar, hampir sama bentuknya dengan daun papaya (Carica papaya) atau daun pohon sukun (Artocarpus communis). Karena berdaun lebat, maka dulu kala, pohon ara liar itu juga tempat untuk berteduh. Di Palestina terdapat jenis pohon ara, berbeda-beda rasa manis maupun warna buahnya. Sebagian enak dimakan, sebagian lagi tak enak. Karena cuaca di kawasan tersebut berhawa hangat dan panas, maka pohon ara bisa berbuah dua kali dalam setahun, dan masak ada yang dalam bulan Juni dan ada yang dalam bulan Agustus.
Buahnya (terutama bila sudah dikeringkan) mengandung kadar gula yang tinggi, vitamin calcium, zat besi serta zat tembaga. Di Amerika Serikat sebagai contoh, buah ara digunakan sebagai bahan roti ataupun dikalengkan. Sedangkan buah ara yang bermutu jelek atau limbah dari proses industrinya, dijadikan makanan sapi, babi dan ternak lainnya, karena mengandung gizi yang tinggi. Dalam setahunnya, buah-buah ara dipanen dua kali. Untuk dijadikan produk makanan, masing-masing jenis membutuhkan berbeda cara pengolahannya.
Terdapat 4 keluarga besar ara (figs), yakni Caprifig, Smyrna-fig, San Pedro-fig serta Biasa (Common-fig) atau liar. Cara berbuahnya karena terjadinya persilangan yang dibawakan oleh lebah-lebah kecil jenis Blas tephaga psenes. Lebah-lebah itu menyedot sari putik bunga (jantan) yang ada diujung bakal buah, lalu menyebarkannya ke bagian dalam dari putik bunga (betina).
Karena berasal dari tanaman liar, pohon ara paling suka tumbuh di atas pangkal pohon yang rebah dan sudah membusuk. Tumbuh di tanah yang kering,, saat buahnya mendekati matang, hujan pun menjadi tabu buatnya. Jenis Smyrna-fig hanya berbuah pada musim kemarau, sedang buah dari jenis Common-fig dan San Pedro-fig harus diolah terlebih dulu.
Jenis pohon ara yang kecil (sebagai tanaman perdu) berbuah seperti buah cherry. Bila matang, buahnya berjatuhan, malahan bisa menggelinding didorong angin yang cukup kuat. Buah-buah yang berjatuhan itu biasanya yang dimakan, dan sering dilihat di pasar-pasar tradisional di Yerusalem. Juga yang dibuat untuk bahan kue (disebut bhelah).
Begitu banyak atau meluasnya keluarga dan jenis lain dari ara, yang buahnya tidak dimakan manusia, karena berjenis pohon karet Indian rubber tree (F. elastica), di mana banyak halaman keluarga di Asia ditanami pohon karet jenis itu, sehingga disebutlah “karet Assam”. Sedangkan umat Hindu menjadikan salah satu keluarga pohon ara, yakni F. benghalensis atau banyan tree atau pohon beringin, sebagai pohon yang keramat. Pohon ini bisa tumbuh dari daratan India ke arah timur, yakni sampai dengan Indonesia bagian barat dan timur. Begitu pula peranan pohon beringin, karena teduh dan banyak burung memakan buahnya, maka di bawahnya bukan sekedar tempat berteduh, tetapi juga berkumpul. Di desa-desa di India maupun di Bali, sering dijadikan pasar kecil. Jadi, juga sebagai tempat kedamaian.
Begitulah sekilas pohon ara sebagaimana tersebutkan dalam Alkitab. Pohon yang buahnya menjadi semacam icon ataupun andalan. Seumpama di sana dulunya bisa tumbuh buah mangga seperti di Indonesia, barangkali buah manggalah yang menjadi icon! (Lit.: Encyclopedia Americana, Americana Corp. (1978);Grolier Encyclopedia of Knowledge, Grolier Incorp. USA; Indonesian Heritage,Plants; Grolier; The Lion Encyclopedia of the Bible, A Lion Book (1978)as/aw/sgbi).