KALEIDOSKOP, BETHANY.OR.ID – Kali ini, Gereja Bethany Indonesia Nginden menjadi tuan rumah Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Surabaya, yang diselenggarakan pada Rabu 31 September 2012 ditempatkan di ruang Banquet. Kalau pertemuan dibulan sebelumnya bertema “Kewujudkan Kerukunan Hidup Dalam Perspektif Ajaran Gereja Katolik”, maka kali itu bertemakan “Membangun Kerukunan Beragama dalam Perspektif Kristen” dengan pembawa topiknya ialah Pdt. Bambang Ruseno Utomo, M.A, Th.D., Direktur Institut Pendidikan Theologia Balewiyata, Malang.
Pertemuan yang dilangsungkan pada malam hari itu dihadiri oleh 6 perwakilan agama yang berada di kota Surabaya.
Mengawali acara itu berturut-turut memberikan sambutan, yang diawali oleh ketua FKUB Surabaya, K.H. Imam Ghazali Said. Dia berharap agar kerukunan yang telah dibina tersebut tetap terjaga, dengan mengingatkan kepada semua tokoh agama untuk bisa saling membantu mengurus perijinan pembukaan tempat-tempat ibadah.
Sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya, Kepala Polwiltabes Surabaya, Kombes Pol. Ronny F. Sompie memberikan sambutannya cukup panjang tetapi terarah demi tata tertib dan keamanan kota. Pertama-tama disinggungnya masalah ideologi multikulturalisme, yaitu bagaimana ‘mengenal kesederajatan di dalam perbedaan’.
“Mengapa kita bisa menjadi satu? Hal itu dikarenakan adanya kebersamaan.” katanya. Disambungnya: “ Dengan adanya FKUB ini, saya kira perbedaan dalam agama bisa diselesaikan.” Tidak luput disinggungnya juga tentang terorisme. Menurutnya, terorisme itu tidak hanya dilakukan oleh orang yang memeluk salah satu agama saja, akan tetapi bisa dilakukan oleh penganut agama apa saja. Di Eropa, katanya, ada juga kelompok Kristen yang bertindak untuk menteror. Demikian juga ada terorisme di Jepang.”
“Pertemuan kali ini sangat baik, sebab tiap-tiap perwakilan agama masing-masing diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan keyakinannya kepada hadirin.” ujarnya. Dilanjutkan oleh perwira polisi berpangkat tiga mawar di pundaknya itu mengenai adanya beberpa persamaan didalam agama. Diberikannya misal, di dalam agama Islam terdapat ungkapan “habluminallah” (membangun hubungan dengan Allah), “ hablu-minannas” (membangun hubungan antar manusia), maka dalam agama Kristen ada “hukum kasih, kasih ala Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu” (hubungan dengan Allah) dan “kasihi sesama manusia seperti dirimu sendiri” (hubungan dengan sesama)
Kemudian Komber Pol. Ronny F. Sompie menyinggung maslaah penyalahgunaan narkoba, masalah tertib lalu lintas dan lain-lain, diiring harapannya agar FKUB juga bisa berperan untuk hal-hal itu.
Sedangkan Soemarno yang menjabat kepala Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat Pemkot Surabaya, yang ditugasi mewakili Walikota, menyoroti masalah tata tertib masyarakat kota Surabaya. Fokusnya antara lain tentang meningkatnya para gepeng (gelandangan dan pengemis) dalam kaitannya dengan program PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial), yang diharapkannya keikutsertaan melalui peranan mesjid dan gereja, sehingga program “bersih gepeng” tahun 2010 terealisasi. Dia merasa senang situasi kota Surabaya kondusif dalam suasana kedamaian, dan jangan sampai terjadi letupan-letupan. Sebab itu, katanya, masalah keagamaan harus selalu dikomunikasikan agar ditemukan solusinya.
Usai sambutan-sambutan tersebut, giliran Pdt. Bambang Ruseno Utomo menyampaikan materi topik utama pertemuan bulan September itu, yakni “Membangun Kerukunan Beragama dalam Perspektif Kristen.”
Dia mengawali ceramahnya dengan mengungkapkan, bahwa betapa nikmatnya persaudaraan, meskipun disadarinya bahwa persaudaraan itu tidak bisa dibangun dalam waktu semalam. Dia mencuplik Mazmur 133:1-3, “Sungguh, alangkah baiknya dan indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun! Seperti minyak yang baik di atas kepala meleleh ke janggut, yang meleleh ke janggut Harun dan ke leher jubahnya. Seperti embun gunung Hermon yang turun ke atas gunung-gunung Sion. Sebab ke sanalah TUHAN memerintahkan berkat, kehidupan untuk selama-lamanya.”
Menurutnya, seringkali agama belum dapat menjadi solusi. Masih terjadi kemrosotan kerukunan beragama. Penyebabnya, pertama, dikarenakan agama kehilangan rohnya (salam, cinta kasih dan damai sejahtera); kedua, sikap absolutisme (pemutlakan) dari agama, dan yang ketiga pendangkalan roh agama dengan menekankan simbol-simbol keagamaan saja. berikutnya agama terlalu legalistis, malahan ada politisasi agama. Lalu, bagaimana membangun kerukunan beragama? Agama harus kembali kepada rohnya.
Kerukunan dalam konsep Kristen, menurutnya adalah damai dengan Allah, damai dengan sesama, damai dengan lingkungannya. Semua harus menerima keperbedaaan dengan ucapan syukur.
“Bukan manusia untuk agama, tetapi agama untuk manusia!” demikian Pendeta itu.
Sementara itu, H.M. Zakki selaku ketua Ikatan Kerukunan Umat Beragama (IKUB) Surabaya mengungkapkan, bahwa persoalan teologi agama-agama sudah selesai 4 tahun lalu, sehingga tidak ada persoalan untuk dibicarakan lagi. Dia mengingatkan perlunya dibangun format kebersamaan dalam sektor ekonomi, sebab hal tersebut sangat penting bagi para saudara kita yang kekurangan.
Zainul Hamdi, dosen filsafat IAIN Sunan Ampel Surabaya, sebagai salah seorang hadirin pertemuan itu menyatakan, bahwa agama belum cukup mampu untuk menjadi instrumen guna menciptakan perdamaian. “Saya pribadi pesimis dengan agama. Terus-terang sesekali agama perlu diejek, agar para tokoh agama melakukan introspeksi.” katanya.
Pada bagian akhir Pdt. Angelica (Jerman) menyatakan akan akan menceritakan dan memotivasi para tokoh di Jerman untuk melakukan hal yang sama seperti di Indionesia. “Saya berharap membawa banyak hal untuk diceritakan di tempat kami, katanya. Pendeta wanita itu datang ke Indonesia untuk mempelajari kemajemukan agama , khususnya di Jawa Timur. Bersama dengan tim Pdt. Bambang Ruseno sudah mengunjungi beberapa pesantren untuk menjalin kerjasama dan kerukunan. (sumber:tab.bethany.ed.178/wic)