Ia berkata: “Apa yang hendak kamu berikan kepadaku, supaya aku menyerahkan Dia kepada kamu?” Mereka membayar tiga puluh uang perak kepadanya (Matius 26:15)
Kisah ini menceritakan bagaimana seorang murid yang pagi, siang dan malam bersama-sama Yesus, tidur bersama Yesus, makan sepiring dengan Yesus, rela menjual Tuhannya dengan tiga puluh keping perak.
Ada seorang gadis Kristen yang setia ke gereja sejak kecil. Tetapi setelah dewasa ia jatuh cinta dengan seorang pemuda dari kepercayaan lain. Mereka memutuskan untuk menikah, tetapi orang tuanya tidak setuju. Pendetanya menyarankan untuk memutuskan hubungannya dengan pria yang tidak seiman itu. Namun apa jawabannya? “Saya sudah tak dapat dipisahkan dengan dia. Saya terlanjur jatuh cinta. Lagipula, setelah menikah saya akan membawanya kepada Kristus” Singkat cerita, karena pendirian si gadis yang kuat itu, menikahlah gadis ini dengan pria yang tidak seiman tersebut. Seiring dengan berlalunya waktu, iman dan kesetiaan si gadis menjadi kendor, bahkan karena ancaman suaminya ia rela meninggalkan imannya.
Saudara, kisah ini memberi gambaran kepada kita bahwa masih ada orang Kristen yang dulunya setia, rela mengorbankan dan menjual imannya dengan sesuatu hal yang sementara seperti ketampanan, kecantikan, atau harta kekayaan – sama seperti tindakan Esau yang rela menjual hak kesulungannya demi semangkok kacang merah (Kej. 25:34). Begitu juga banyak pemuda Kristen yang rela menjual imannya demi “si bibir merah”. Bagaimana dengan Anda?
Dalam Injil Lukas disebutkan, “….. Yudas Iskariot yang kemudian menjadi pengkhianat” (Luk. 6:16). Ada dua jenis pengkhianat. Pertama, pengkhianat yang sudah terlihat dalam tindakan seperti menyangkali imannya dengan terang-terangan. Kedua, pengkhianat dalam hati. Jangan lupa, pengkhianatan terang-terangan dimulai dengan pengkhianatan dalam hati.
Mungkin saudara belum termasuk pengkhianat dalam golongan yang pertama, tidak menyangkal Tuhan secara terbuka, tetapi siapa tahu hati Anda telah menjauh dari Tuhan. Tuhan Yesus berkata dengan mengutip kitab Yesaya, “Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku” (Mat. 15:8). Apakah Tuhan masih memberikan toleransi kepada hati yang menjauh? Tidak sama sekali! Hati yang menjauh adalah hati yang tidak berpaut kepada Tuhan. Hati seperti ini tidak menempatkan Allah sebagai prioritas utama dalam hidupnya. Tuhan sangat mengasihi Anda. Janganlah pernah terlintas di hati Anda untuk menukar iman Anda dengan apapun juga.[rhb]
Kesetiaan adalah pengikat hubungan yang abadi.