Pada waktu Yudas, yang menyerahkan Dia, melihat, bahwa Yesus telah dijatuhi hukuman mati, menyesallah ia. Lalu ia mengembalikan uang yang tiga puluh perak itu kepada imam-imam kepala dan tua-tua (Matius 27:3).
Ada cerita tentang dua orang bersahabat karib sejak kecil. Setelah dewasa salah seorang di antara mereka harus membunuh sahabatnya karena kesalahpahaman. Dulunya, kedua sahabat karib ini adalah anak-anak gelandangan. Mereka makan sebungkus nasi berdua, tidur beralaskan koran saling berpelukan untuk menghalau dinginnya malam karena tidak memiliki selimut untuk menghangatkan badan mereka. Mereka makan dari hasil curian kecil-kecilan untuk menyambung hidup.
Karena lingkungan yang keras seperti itu, mereka bertumbuh menjadi perampok. Keduanya sangat disegani dalam dunia kepremanan. Karena kepiawaiannya menjalankan kejahatan, mereka masing-masing berhasil menghimpun anak buah. Dalam persaingan wilayah kekuasaan dan kecurigaan bahwa temannya membocorkan rahasia pergerakannya kepada polisi sehingga mengakibatkan kegagalan dalam suatu operasi, salah satu di antara mereka harus membunuh temannya. Setelah diselidiki, ternyata temannya tidak bersalah sama sekali bahkan banyak melindunginya. Kenyataan ini membuat dia menyesal. Penyesalan ini dibawa sepanjang hidupnya, karena orang yang dia bunuh sesungguhnya adalah sahabat yang sejati.
Menyesal adalah perbuatan mulia. Perbuatan ini pula yang Allah harapkan ketika Yudas mengkhianati Anak Allah. Dan Yudas memang menyesal, hanya sayangnya, penyesalannya tidak diarahkan pada hal yang benar. Yudas yang merasa bersalah, akhirnya menggantung diri untuk menghilangkan rasa bersalahnya itu. Tapi Yudas salah besar. Seandainya ia mau datang kepada Tuhan, Allah pasti mengampuninya.
Setiap orang punya masa lalu. Namun janganlah Anda terkurung dengan masa lalu Anda, terutama perasaan bersalah. Rasa bersalah yang berlarut-larut dapat menjadi virus yang melumpuhkan pertumbuhan rohani kita. Sebab di mana pun Anda berada, perasaan bersalah itu akan selalu bersama-sama dengan Anda. Begitu juga saat berdoa. Perasaan bersalah ini mengganggu hubungan Anda dengan Tuhan sehingga Anda merasa tidak layak datang kepada Tuhan. Kalau Anda menyesal dan bertobat dari kegagalan masa lalu, untuk apa Anda menyimpannya? Bukankah Allah telah mengampuni Anda? Perlukah Allah mengutus Yesus kedua kali untuk datang ke bumi dan disalibkan lagi supaya iman Anda semakin mantap? Tidak perlu, bukan? Jadi, percayalah bahwa Allah telah mengampuni Anda dan hiduplah di dalam kebebasan-Nya.[rhb]
Penyesalan yang sungguh-sungguh membuahkan pertobatan yang nyata, dan itu bisa menjadi pintu kepada pemulihan.