“Sesungguhnya aku tidak akan membiarkan mataku tidur atau membiarkan kelopak mataku terlelap, sampai aku mendapat tempat untuk TUHAN, kediaman untuk Yang Mahakuat dari Yakub” (Mazmur 132:4, 5).
Seruan Daud pada ayat ini adalah seruan yang dilandasi oleh kerinduannya untuk mendirikan sebuah rumah bagi Allah. Sebenarnya Allah tidak membutuhkan rumah. Bukankah langit adalah takhta-Nya dan bumi tumpuan kaki-Nya (Yes. 66:1)? Tapi segala sesuatu harus digenapi sesuai dengan rencana Allah.
Daud adalah profil seorang raja yang mencintai Allahnya. Ia memiliki kerinduan yang dalam untuk menyenangkan Tuhannya. Meskipun Allah tidak pernah membutuhkan rumah, tetapi Ia sangat menghargai kerinduan Daud itu. Mungkin ilustrasi berikut ini akan memberikan pengertian kepada kita mengenai tindakan Daud tersebut.
Ada sebuah keluarga di sebuah kota. Keluarga ini hanya beranggotakan 3 orang: ayah, ibu, dan anaknya yang masih kecil. Anak ini begitu mencintai dan menaruh perhatian kepada orang tuanya.
Suatu hari hati anak ini begitu sedih melihat ayahnya yang setiap hari ke kantor selalu berjalan kaki. Meskipun jarak ke kantornya tidak terlalu jauh, tetapi hatinya tidak tega melihat peluh-peluh yang menetes dari kening ayahnya saat ia pulang ke rumah. Akhirnya, dengan didorong oleh kasihnya yang besar kepada ayahnya, setiap hari anak ini menyisakan uang sakunya untuk ditabung. Karena kesabarannya, uang itupun akhirnya terkumpul, cukup untuk membeli sepeda roda tiga! Dengan gembira dipersembahkannya uang itu kepada ayahnya supaya bisa dipakai untuk membeli kendaraan.
Sambil tersenyum penuh haru bercampur geli, ayahnya berkata, “Nak, apa kamu lupa kalau tabungan Ayah di bank cukup untuk membeli 10 mobil baru. Tapi Ayah sengaja berjalan kaki ke kantor supaya Ayah bisa berolahraga. Kamu tahu Ayah hampir tidak punya waktu lowong untuk berolahraga kecuali dengan berjalan kaki ke kantor. Toh, kantor Ayah tidak jauh.”
Kejadian itu membuat ayahnya semakin sadar bahwa anaknya begitu menaruh perhatian kepadanya, meskipun apa yang diberikan kepadanya hanyalah sesuatu yang nilainya kecil.
Saudara, pikirkan, apakah ada sesuatu berarti yang dapat Anda berikan kepada Tuhan? Bukankah Dia adalah Allah yang tidak pernah kekurangan? Mengapa banyak orang Kristen merasa seolah-olah telah berjasa kepada Tuhan setelah mendermakan depositonya kepada Tuhan untuk pembangunan gereja. Uangkah yang menjadi perhatian Allah? Tidak! Allah tidak peduli dengan uang Anda. . Tapi yang menjadi perhatian-Nya adalah ‘hati Anda.’ Apakah pemberian Anda itu dilandasi oleh hati yang tulus karena Anda mengasihi-Nya?[rhb]