“….., maka bersiaplah Yonatan, anak Saul, lalu pergi kepada Daud di Koresa. Ia menguatkan kepercayaan Daud kepada Allah dan berkata kepadanya: “Janganlah takut, sebab tangan ayahku Saul tidak akan menangkap engkau; engkau akan menjadi raja atas Israel, dan aku akan menjadi orang kedua di bawahmu. Juga ayahku Saul telah mengetahui yang demikian itu” (1 Samuel 23:16-17).
Dalam sistem pemerintahan kerajaan, jika seorang raja mundur dari takhta atau meninggal dunia, maka secara otomatis putra mahkota menggantikan kedudukannya. Jika ada dinasti atau pihak lain yang coba berusaha menggantikannya, maka pihak kerajaan akan menurunkan pasukannya untuk menyerang atau menangkap orang yang dimaksud, sebab dianggap pemberontak dan musuh kerajaan.
Seorang putra mahkota tidak akan rela bila posisinya digantikan oleh orang lain walaupun ia kerabat dekatnya. Tetapi hal ini berbeda dengan Yonatan, seorang putra mahkota yang dipersiapkan untuk menggantikan raja Saul, ayahnya. Menurut tata praja setelah Saul mati, maka nantinya ia yang menggantikan kedudukan ayahnya sebagai raja. Namun yang dilakukan sebaliknya, ia berkata kepada Daud: “…..engkau akan menjadi raja atas Israel, dan aku akan menjadi orang kedua di bawahmu….” Suatu pernyataan yang tidak pernah ada di muka bumi ini, seorang putra mahkota menyerahkan posisinya kepada orang lain di luar jalur keluarga kerajaan. Mengapa bisa demikian? Karena Yonatan cinta Tuhan, dan ia mengerti rencana Tuhan buat bangsanya. Ia tidak perlu kampanye, supaya semua orang mendukungnya menjadi raja Israel, ia tidak menyampaikan janji yang muluk-muluk. Tetapi satu hal yang ia lakukan setelah tahu nabi Samuel mengurapi Daud, ia tunduk kepada keputusan Allah.
Ia berlapang dada dengan keputusan Allah dan tidak protes atau berusaha menjegal Daud, malah sebaliknya ia membantu Daud dan memberinya semangat. Ini adalah suatu sikap yang patut diteladani bagi setiap orang percaya dan setiap pemimpin Kristen.
Mengapa demikian? Sebab iri hati, dengki, dan kecongkakan selalu mengintip manusia setiap hari. Karena iri hati, sering kali muncul perselisihan dan permusuhan, akhirnya hubungan persaudaraan menjadi putus dan persahabatan menjadi kendor.
Betapa mahalnya berlapang dada, karena itu biarlah sikap ini ada pada hidup kita setiap hari. Hendaklah kita semua seia sekata, seperasaan, mengasihi saudara-saudara, penyayang dan rendah hati. Mari rendahkan diri seorang terhadap yang lain, sebab: “Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati” (1 Pet. 3:8; 5:5).
Lapang dada itu adalah bentuk kerendahan hati. Tuhan membimbing orang-orang yang rendah hati menurut hukum, dan Ia mengajarkan jalan-Nya, lalu Ia memahkotai orang-orang yang rendah hati dengan keselamatan (Mzm. 25:9; 149:4).Lapang dada adalah kunci keberhasilan hidup kita.[aw/16]