KESAKSIAN, BETHANY.OR.ID – Kehancuran dalam bisnis dan kehidupannya di sekitar awal tahun 1997 itu lebih parah lagi. Selain lebih terperosok sebagai pengguna obat-obatan psikotropika, sampaipun terlibat hutang yang mencapai jumlah lebih dari Rp. 7 milyar. Nilai uang yang tidak sedikit pada tahun itu.
Tragedi kehidupan, begitu Henry Wirawan mengistilahkannya, tiba-tiba menimpa bidang usahanya di tahun 1997. Dia melangkah dalam bisnis mengimpor besi baja dalam jumlah cukup besar. Didirikannya lagi sebuah perusahaan melalui cara berkongsi dengan kawannya. Di situlah awal “tragedi” yang dimaksudnya, yakni teman dagangnya menipunya. Stock besi baja menumpuk tak bisa menjualnya, duitnya dibawa lari, dan modal pun habis.
“Dalam hal demikian, saya kelimpungan. Akhirnya kehidupan saya lebih parah, karena terperosok dalam pergaulan para pengguna psikotropika. Saya jarang pulang ke rumah.” Demikian dia mengenang tekanan hidupnya saat itu. Kehidupan malam banyak dihabiskan di arena dansa dan ruang sebuah diskotik. Setiap pulang, terpaksa dijemput isterinya yang mengemudikan mobil, karena dia selalu dalam keadaan mabuk berat. Rasa enggan untuk pulang ke rumah, karena pasti terjadi pertengkaran dengan isterinya yang jengkel atas perbuatan suaminya.
Kehidupan harmonis dalam keluarganya, maupun kehidupannya sejak belum menjadi remaja, seolah sirna. Pada hal, dia mengenal kehidupan pelayanan sejak menjadi siswa Sekolah Dasar. Henry Wirawan kecil itu sudah ditunjuk sebagai ‘misdinar’ (anak-anak yang membantu Pastor dalam peribadatan), sampai menjadi remaja sebagai siswa SMA. Dalam berkuliah di Universitas Katolik Widya Mandala, Surabaya, serta penggemar radio-komunikasi ORARI, membawanya berkenalan melalui udara dengan Juniana, juga anggota organisasi tersebut. Jalinan komunikasi tersebut berkembang menjadi hubungan pribadi dan asmara antar keduanya, dan begitulah, suatu saat keduanya berjanji bertemu di tempat yang bersejarah. Yakni gereja Katolik tertua di Jawa Timur, Katedral jalan Kepanjen, Surabaya. Di tahun 1988, di depan altar Gereja Katolik di Katedral itu pula keduanya melangsungkan pernikahan. Dari pernikahan itulah keduanya dikaruniai anak perempuan dan anak lelaki.
Mencapai usia perkawinan yang ke dua puluh tahun, ketika anak perempuannya sudah berusia 19 tahun dan anak lelakinya 17 tahun, kehidupan keluarga dan bisnis Henry baik-baik saja. Bisnis di bidang jual-beli besi baja yang didirikannya sesudah perkawinannya, berjalan dengan lancar dan cukup maju. Kemajuan usaha Henry yang punya hobby memancing dan berburu itu, menjadikan dia mampu membuka tiga bidang usaha lainnya lagi. Baik bersendiri maupun dengan bekerja sama (berkongsi) dengan temannya.
Kehancuran dalam bisnis dan kehidupannya di sekitar awal tahun 1997 itu lebih parah lagi. Selain lebih terperosok sebagai pengguna obat-obatan psikotropika, sampaipun terlibat hutang yang mencapai jumlah lebih dari Rp. 7 milyar. Nilai uang yang tidak sedikit pada tahun itu.
“Saya pernah mencoba bunuh diri di ruang kantor saya,” begitu pengakuannya: “ ketika mabuk berat sya mengambil pistol dan mengisi dengan sebutir peluru. Tempat peluruh saya putar dan moncong pistol saya tempelkan di dahi. Ketika saya tarik pelatuknya, pistol itu tidak meletus, karena pelatuk itu mengena pada lubang tempat peluru yang kosong.” sambungnya, sambil menarik nafas panjang, Henry melanjutkan kisahnya: “ Tiba-tiba saya menjadi sadar, kalau saya sebagai bapak, suami dan pimpinan yang gagal. Saya pun menangis. Tetapi, saat itu pula saya mengambil keputusan untuk menjadi orang yang baik.”
Bertobat
Bersama isterinya, Henry berusaha untuk menyelesaikan dan mengakhiri kemelut dalam hidupnya itu. Keduanya mendatangi berbagai tempat dukun dan suhu untuk mengatasinya. Meskipun harus mengeluarkan uang untuk itu semua, akan tetapi tidak satupun yang berhasil.
“Karena itu, saya merenung dan berkeputusan, bahwa saya harus kembali kepada Tuhan.” katanya: “ Tetapi sebelum itu, saya awali untuk membuat pengakuan kepada isteri tentang segala perbuatan yang telah saya lakukan. Kemudian, bersama isteri, kami saling mengakui dosa-dosa masing-masing. Sejak malam itu, kami berdua satu hati guna mencari Tuhan.”
Suatu hari dalam bulan November 1997, dia diajak temannya untuk ikut hadir dalam sebuah persekutuan doa. Mendengarkan pujian-pujian, tak terasa saya menitikkan air mata. Terlebih ketika mendengarkan khotbah, saya menangis.
“Itulah awal pertobatan saya!” ucapnya yakin.
Sejak itu, untuk mengisi kehausan akan Firman Tuhan, dia dan isterinya selalu mengikuti doa malam di Gereja Bethany Indonesia – Manyar (Surabaya). Tidak tanggung-tanggung. Mereka mengikuti tiga session terus menerus, dan di hari Minggu mengikuti dua kali jadual ibadah. Kemudian keduanya minta dibaptis. Keduanya mengikuti pembaptisat Roh Kudus pada Februari 1998.
Namun, proses “melepas keterikatan” dari obat-obat psikotropika tidak bisa begitu saja berlangsung. Meskipun sudah bertobat, dia pernah mengalami sakauw, yakni reaksi ketagihan yang menyakitkan, selama tiga hari.
“Saya berdoa kepada Tuhan Yesus, kalau saa ingin sembuh dan tidak mau lagi terlibat dengan obat-obatan jenis narkotik itu.” ujarnya sambil menyatakan, bahwa dia saat itu masih menyimpan sisa obat-obatan tersebut. Namun di hatinya, Tuhan berbisik untuk membuangnya. Meskipun dengan berat hati, akan tetapi keyakinan lebih kuat, dia mEnuju gudang dan mengambil sisa obat-obatan itu untuk dimasukkan dalam closet dan hilang ditelan guyuran air. Sekaligus berjanji tidak lagi merokok. Perbuatan ekstrim yang dilakukannya, tangan kanan dan kirinya menggenggam rokok sambil mengucapkan janji kepada Tuhan, bahwa apabila dia merokok lagi, maka rela mati di hadapan Tuhan saat itu juga dan saat sekarang.
Mujizat demi Mujizat
Apa yang terjadi sesudah itu? Di saat dengan sepenuh hati mencari Tuhan, sikap bersehati dengan isteri dan anak-anak, ternyata kegiatan bisnisnya mulai dipulihkan. Proses itu terwujut, yakni terjualnya sebidang tanah miliknya yang di Jalan Indrapura Surabaya dan sudah lama ditawarkan tetapi tak ada peminat, tiba-tiba dibeli orang dengan harga yang katanya “sangat di luar nalar”, yakni tiga kali lipat dari harga yang semula ditawarkan.
Mujizat pun terus terjadi. Tiap hari, Tuhan meningkatkan jumlah pelanggan pada perusahaannya. Kemudian banyak pelanggan yang dulunya tidak mampu membayar, lalu mau membayar dengan mengangsur setiap minggunya. Hebatnya lagi, besi baja yang diimpornya tahun 1999 lalu dan barang itu menumpuk di gudang, terjual dengan harga fantastis. Empat kali lipat dengan harga saat diimpornya. “ Puji Tuhan. Cara Tuhan itu memang ajaib.” syukurnya.
Mujizat demi mujizat terus diterimanya. Dalam masalah keuangan perusahaan, dia mampu membayar kembali hutang-hutangnya dengan cara yang ajaib. Dalam November 1998, seluruh jumlah hutangnya terbayar lunas.
Mujizat pada isterinya pun terjadi. Dulu, kalau sudah marah dia menjadi kejang-kejang, kemudian terdapat sebuah benjolan di dada kiri, tiba-tiba lenyap. Pada hal sebelumnya dibawa berobat ke Singapore dan ke Cina, namun tidak membawa hasil.
“ Justru tangan Tuhan Yesus Kristus yang sanggup menyembuhkan isteri saya.” kata Henry.
Dengan apa yang diterimanya itu, Henry Wirawan mulai belajar untuk mengembalikan persepuluhan yang menjadi hak Tuhan. Dulunya, bagaimana harus memberikan persepuluhan, sebab untuk membayar hutang saja tak mampu. Namun, di balik itu, ternyata yang membayar persepuluhan tersebut ialah isterinya.
Setelah seringkali ditegur dan mengetahui makna persepuluhan, maka dia yang melakukannya. Bukan lagi isterinya, tetapi dari koceknya sendiri, dan bukannya dari sisa kebutuhan, namun dari awal penerimaan. Dia berpegang pada janji Tuhan kepada Maleakhi 3:10-11: “Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumahKu dan ujilah Aku, firman Tuhan semesta alam, apakah Aku tidak membukakan pintu bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan. Aku akan menghardik bagimu belalang pelahap, supaya jangan dihabisinya hasil tanahmu dan supaya jangan pohon anggur di padang tidak berbuah bagimu, firman Tuhan semesta alam.”
Tobat dan pemulihan itu bagi keluarga Henry, menjadikan kedua anaknya terlibat dalam pelayanan di Remaja Gereja Bethany Indonesia – Nginden. Keluarga itu merasakan kenyataan mengenai pertolongan tangan Tuhan Yesus Kristus.
“Saya tidak pernah membayangkan bisa berkhotbah di Gereja Bethany Indonesia – Nginden yang besar ini.” katanya mengakhiri kisahnya: “Sekarang, kami sekeluarga bertekad untuk membalas kebaikan Tuhan dengan cara menjadi berkat bagi orang banyak. Puji Tuhan semuanya dikarenakan kebaikan dan kesetiaan dari Tuhan Yesus Kristus kepada kita”. (sumber:tab.bethany.js/as/wic)