KALEIDOSKOP,BETHANY.OR.ID-Perjalanan sejarah gereja itu diawali dengan menempati satu dan lain tempat secara berpindah-pindah. Meskipun upaya untuk mendirikan gereja tersebut dirintis oleh Gereja Bethany Indonesia Bojonegoro, namun jemaat kesulitan mendapatkan lahan sampai dengan masalah persetujuan serta perijinan yang perlu dirintis.
Pada suatu persekutuan doa, tiba-tiba seorang jemaat menyatakan, dia memiliki sebidang lahan yang dapat dipergunakan untuk tempat ibadah. Tetapi ternyata janjinya meleset. Pdt. David Bambang Irwanto selaku koordinator ibadah Gereja Bethany Indonesia di kota itu, mengajak sekitar 30 jemaat persekutuan doa untuk berdoa dan berpuasa agar Tuhan memberikan tempat permanen untuk beribadah.
Doa-doa mereka akhirnya dijawab Tuhan. Para jemaat itu mendapatkan lahan untuk dibeli di kecamatan Semanding, Tuban. Luas lahan tersebut lebih dari seribu tujuh ratus meter persegi. Di bagian belakang tanah itu juga terhampar lahan cukup luas, meskipun kontur tanahnya berbatu-batu. Akhirnya lahan itupun terbeli juga.
Urusan mendapatkan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) yang diurusnya tidaklah mudah. Perlu pulang balik ke kantor pemerintah daerah setempat. Nyatanya, baru kira-kira setahun kemudian keluarlah IMB.
Rencana Tuhan
Menurut penuturan Pdt. David, batas waktu memenuhi pembayaran harga tanah itupun menjadi permasalahan baru.
“ Tetapi kembali lagi Tuhan Yesus menetapkan rencananya yang luar biasa.” kata Pdt. David. Kisahnya, tiba-tiba ada dua orang mendatanginya yang bermaksud untuk membuka pertambakan ikan. Salah seorang mempunyai nazar untuk mempersembahkan hasil panen tambaknya sejumlah 50 persen, dan yang seorang lagi bernazar 20 persennya untuk keperluan pembangunan gereja. Kedua orang itu tidak membeli lahan tambak, akan tetapi hanya menyewanya saja.
Sebagaimana bencana yang sering menimpa usaha pertambakan di manapun juga akhir-akhir ini, adalah munculnya wabah yang berupa virus dan mematikan benih sampaipun induk udang. Kerugian ratusan juta dialami mereka. Akan tetapi, udang-udang di tambak yang dikelola oleh kedua orang yang bernazar justru tidak terserang virus dan menghasilkan udang yang baik dan berlipat ganda. Dari hasil mereka itulah mereka memberikan nazar sebagaimana yang dijanjikan, malahan ditambah memberikan nazar bagi koordinator umat.
Yang lebih mengherankan, dana yang dinazarkan itu persis dalam jumlah yang dibutuhkan untuk pembayaran harga lahan yang dibeli.
Dari rentetan peristiwa tersebut, para umat gereja itu yakin, bahwa lahan tersebut benar-benar pemberian Tuhan. Pernah seorang pejabat yang berkeinginan untuk menukar lahan itu dengan yang dimilikinya serta menjanjikan kalau dia akan membantu menyelesaikan urusan ijin IMB untuk di lahan baru nanti.
“Kami tidak tertarik atas penawaran tersebut, dan saya bersikukuh, bahwa tanah itulah sebagai pemberian Tuhan kepada kami.” tutur Pdt. David.
Pada 1993, ijin dikeluarkan oleh Pemda Tuban, tetapi untuk pendirian kantor sekretariat. Sedangkan untuk di bagian belakangnya, yakni membangun gedung gerejanya, belum ada ijin Halangan lain tiba-tiba muncul.
Di saat hari acara peresmian kantor sekretariat itu, tiba-tiba terjadi demosntrasi ke gedung DPRD Kabupaten Tuban. Pendemo menuntut agar acara tersebut dibatalkan. Begitu pula Pdt. David dipanggil oleh dewan itu dan diminta membatalkan acara tersebut.
Namun, Pdt. David menyatakan tak bisa membatalkan acara itu, karena makanan dan akomodasi untuk para undangan. Apabila tetap melaksanakannya, maka “resiko ditanggung sendiri” kata mereka. Akan tetapi pendeta itu tetap melaksanakan acara tersebut, dan sesudah para tamu hadir, akan memberitahukan hal larangan tersebut. Pihak dewan pun setuju. Dengan demikian, acar berlanjut dengan dihadiri Pdt. Christofel Abraham da Costa berserta rombongan, menggantikan Pdt. Abraham Alex Tanuseputra yang berhalangan hadir.
mendapat penjagaan penuh dari semua kesatuan aparat keamanan, acara berubah dari untuk peresmian menjadi acara penyampaian penjelasan, berdoa dan kemudian ramah tamah.
Berkat Air Sumur
Karena belum berhasilnya mendapatkan ijin pembangunan gereja itu, akhirnya pada tahun 1994, Pdt. David dan pimpinan gereja tersebut memilih menyewa Gedung Juang 45, yang berlangsung hingga tahun 2000. Sementara itu, mereka terus berjuang untuk mengajukan perijinan IMB.
Salah seorang jemaat, bernama bapak Gede, saat itu menjabat selaku KASAT LANTAS di Tuban, namun kata Pdt. David: “ Tetapi saya tidak berani mengutarakan permasalahan kesulitan tersebut kepadanya. Juga Tuhan sama sekali tidak menggerakkan hati saya untuk hal tersebut.”
Akhirnya, jemaat tersebut dipindah ke Polres Bojonegoro. Ketika muncul peraturan yang menjabat Kepala Polsek (Kapolsek) harus berpangkat kapten (Ajun Komisaris Polisi), sedangkan jabatan tersebut untuk Polsek kecamatan Kapas dan kecamatan Semanding sedang kosong, maka AKP Gede dipromosikan menjadi Kapolsek Semanding. Secara otomatis membawahi lokasi yang direncanakan didirikan Gereja Bethany di Tuban. Seolah telah diatur oleh Tuhan Yesus. Sebab, tak lama kemudian keluarlah IMB sebagai proses yang dikehendaki Dia melalui hambaNya.
Mulailah dibangun pagar tembok keliling. Masalahnya, daerah Semanding berada di kawasan bagian selatan kota Tuban. Tanahnya kering dan banyak ditumbuhi pohon-pohon siwalan. Karenanya, perlu dibuat sumur. Apabila sumur biasa, kontur tanahnya tak memungkinkan dan air pun sulit ditemukan sumbernya. Pdt. David menunggui sendiri pembuatan sumur itu. Ketika mencapai kedalaman 40 meter, ternyata keluarlah air dari sumber yang tak pernah menjadi kering. Hebatnya. Sumur yang selalu berair cukup tersebut tidak hanya untuk kepentingan gereja, akan tetapi juga dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitarnya yang membutuhkan air minum dan mandi. Suatu berkat yang terwujud untuk sekitar lahan gereja.
Sesuai dengan visi dari Allah Bapa, bahwa gereja harus menjadi berkat bagi sekitarnya agar terwujud, maka pendeta itu membangun tandon air yang cukup besar, sehingga dapat memberi kebutuhan air tanpa dibatasi untuk warga 10 Rukun Tetangga sekitar. Malahan gereja menyiapkan lahan untuk berjualan dengan bantuan aliran listrik secara cuma-cuma.
Pada suatu hari pendeta itu berkesempatan untuk berbincang-bincang dengan warga yang sedang mengambil air. Dari situlah diketahuinya, bahwa yang melakukan demo di depan DPRD kabupaten Tuban pada tahun 1993 itu ialah mereka. Namun, demikian menurut Pdt. David Bambang Irwanto, para warga itu menyatakan akan “berdiri di barisan depan” untuk membela keberadaan gereja tersebut dari para pengganggu.
Pada tahun 2000, untuk pertama kali dilakukan acara Natal di kantor sekretariat. Tak ada masalah soal perijinan, sehingga diteruskan utuk ibadah dari minggu ke minggu hingga kini. Demikian pula bangunan demi bangunan dikerjakan. Rencananya, di belakang bangunan gereja akan didirikan Rumah Tamu (Guest House), serta bangunan atau hal-hal lain untuk mengisi lahan seluas delapan ribu meter persegi itu. Antara lain sarana sekolah dan menara doa.
Kesemua itu adalah berkat air dari sumur yang berada di sisi gereja, karena memberi berkat bagi masyarakat yang berada di sekitarnya. Yang mana kemudian sumur itu oleh Pendeta David dinamakan “Sumur Yakub.” Sejak saat itulah jemaat juga menyebutnya sumur Yabub
Kini gereja itu menampung 300 jemaat, yang diawali dari 30 jemaat di tahun 1990-an. Enam belas tahun sudah untuk diperingati setelah melalui berbagai liku-liku dan halangan sejak berbentuk Persekutuan Doa dan kini menjadi Gereja Bethany Indonesia – Tuban. Itu semua berkat Tuhan Yesus yang bekerja lewat keberadaan sumur itu.
(Sumber:tab.bethany.edisi.171/js/as/wic/sgbi).