“Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu.” (Amsal 3: 5-6)
Masa-masa sulit bisa menjadi cara untuk mengungkapkan sifat sejati kita. Jika dua orang menghadapi dilema yang sama, yang satu mungkin tumbuh lebih dekat dengan Tuhan dan menghasilkan buah. Sementara yang lain menjadi cemas dan meragukan kesetiaan Tuhan.
Bagaimana respon/ tanggapan kita terhadap suatu kesulitan akan mempengaruhi sikap kita selanjutnya. Tentunya seorang akan yang lainnya biasanya ada perbedaan.
Suka atau tidak suka, kesulitan adalah bagian dari hidup. Menjadi seorang Kristen tidak mengubah fakta itu (Yohanes 16:33). Apa yang berubah adalah pemahaman kita tentang kedaulatan Tuhan — tidak ada yang menyentuh hidup kita kecuali Dia mengizinkannya. Sebagai contoah perhatikan Daud. Tuhan membiarkan Saul, mengancam dan mengejarnya selama bertahun-tahun (1 Samuel 23:15; 1 Samuel 23: 25), tetapi Daud menanggapi kesulitan dengan iman dan menyebut Tuhan benteng dan perlindungannya (Mazmur 59:16) .
Jika kita membiarkannya, tantangan dapat menumbuhkan iman kita, mengubah perspektif kita, atau memperdalam belas kasih kita. Tetapi tidak peduli apa, Tuhan bersedia untuk membantu dalam kesusahan kita (Mazmur 46: 1). Entah kita bisa berpaling kepada-Nya untuk mendapat penghiburan, bimbingan, dan dukungan, atau kita bisa marah dan kesal karena kita tidak diselamatkan dari kesulitan!.
Ketika penderitaan mele-nyapkan kekuatan kita, hanya Tuhan yang menjadi sandarannya. Meskipun bebe-rapa orang dihancurkan oleh situasi seperti itu, yang lain dibangun dan menjadi orang percaya yang kokoh dan tegar. (dopus/21)