BETHANY.OR.ID – Sungguh merupakan anugerah yang patut disyukuri bila kita memiliki iman untuk menerima Tuhan Yesus sebagai juruselamat. Hal tersebut bukan hanya membuat kita memiliki kehidupan di dunia ini saja, saat tidak lagi berada di dunia, kita pun akan hidup kekal selama-lamanya.
Namun demikian, masih ada orang Kristen di dalam hidup kesehariannya, termasuk sewaktu beribadah ataupun berdoa, masih memiliki pola pikir yang sama dengan ‘orang dunia’ pada umumnya. Hal itu dapat dimengerti karena orang Kristen, terlebih bagi mereka yang berada dalam dunia bisnis, terlanjur dan terbiasa dengan pola pikir ‘bisnis duniawi.’ Sehingga sewaktu berdoa, beribadah ataupun datang ke gereja, motivasi mereka cenderung berfokus pada ‘meminta,’ bahkan ‘memerintah’ Tuhan untuk melakukan apa saja yang mereka inginkan.
Bukankah masih banyak yang memiliki cara pandang, bahwa hidup itu harus sukses, dan sukses itu adalah kaya. Sebenarnya tidak salah untuk meraih kesuksesan, akan tetapi apakah kesuksesan itu hanya diukur dengan kekayaan?
Paradigma sukses adalah kaya akhir-akhir ini makin merasuki cara pandang orang banyak. Keadaan tersebut semakin diperparah oleh perkembangan gaya hidup yang semakin ’hedonis’ (mengutamakan kenyamanan diri) dan instan (serba segera dan kilat). Akibatnya banyak orang ‘berpacu,’ bahkan kalau perlu ’menghalalkan’ segala cara agar dapat memperoleh kekayaan dengan cepat, supaya dapat dipandang dan dianggap sukses. Bahkan berdoa dan beribadahpun ingin yang instan-praktis dengan fokus, agar bisa cepat kaya. Akibatnya, bila mereka belum dalam kondisi ’super kaya dan nyaman’ seperti yang diimpikan, mereka akan merasa rendah diri dan gagal.
Tuhan tidak pernah merencanakan anak-anakNya gagal dan miskin. Firman Tuhanpun menyatakan, ”Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan” (Yeremia 29:11). Firman ini harus dipersepsi dengan pikiran Tuhan, bukan dengan pikiran manusia yang sudah terdistorsi oleh hedonisme dan spirit-instan (mau serba kilat).
Kita memang berada di dalam dunia, tetapi tidak berasal dari dunia. Jadi seharusnya janganlah ’anak Tuhan’ terobsesi oleh paradigma duniawi dan mitos sekuler yang tidak Alkitabiah. Tuhan menghendaki kita bekerja keras sesuai dengan talenta dariNya, bukan untuk uang, tetapi untukNya, agar melalui yang kita kerjakan namaNya dipermuliakan. KemurahanNya memberkati kita, agar kita dipakai menjadi berkat. Itulah yang dimaksud dengan rencana Tuhan bagi hidup kita.
Kekayaan atau lebih khusus lagi yaitu ’uang,’ sebenarnya bersifat netral, sehingga harus dipersepsi dan dimanfaatkan secara tepat, layaknya benda-benda lain seperti api, gunting, pisau dan sebagainya. Anak Tuhan tidak boleh menyikapi secara ekstrim ’terlalu takut’ ataupun ’terlalu cinta.’ Terlalu takut menyebabkan kita tidak produktif (Lukas 19:22-27, sebagai hamba yang jahat karena tidak berbuat apa-apa) dan merasionalisasi, bahwa miskin itu lebih rohani. Akan tetapi bila sikap kita berlebihan terlalu suka sampai jadi cinta uang, maka kita bisa ’menuhankan’ uang (membuat uang jadi tuhan), uang jadi yang terpenting (Matius 6:24, tentang Mamon-isme). Berdoa dan beribadahpun, termasuk datang ke gereja dengan motivasi agar kaya. Bayangkan saja kalau anak-anak datang mendekat ke kita hanya mau dapatkan sesuatu, bukan karena pribadi kita sebagai orang tua.
Kita patut menyadari, bahwa kehidupan rohani itu bukan hanya pada saat kita berada di gereja atau hari ibadah saja. Seharusnya hal itu terpancar dalam segala aspek kehidupan, sehingga apapun yang kita kerjakan, baik ibadah maupun berbisnis, fokusnya adalah menyenangkan Tuhan. Hal itu hanya bisa dilakukan, bila kita mampu ’melepaskan’ diri dari ’keterikatan’ terhadap uang, materi dan hal-hal duniawi. Dengan demikian kita bisa mengasihi Tuhan bukan dari apa yang kita terima, melainkan karena pribadi Tuhan sendiri.
Orang Kristen seperti itu saat beribadah, tidak lagi bermotivasi pada apa yang diinginkannya. Melainakan lebih fokus pada hadirat Tuhan yang membuat mereka merasakan damai sejahtera disertai dengan rasa syukur, tanpa menuntut Tuhan. Mengapa? Karena percaya Tuhan pasti memberi dan menyediakan yang terbaik. Firman yang berkata, ”Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu”( Matius 6:33) pasti digenapi.
Fokus menyenangkan Tuhan, baru bisa dilakukan oleh setiap orang Kristen bila dasar hubungan yang dibangun dengan Tuhan, bukan berdasarkan formalitas keagamaan atau rutinitas, akan tetapi benar-benar karena mengenal pribadi Tuhan yang lebih dulu mengasihi kita. Untuk itulah kita perlu merespon Tuhan dengan kasih seperti yang dinyatakan Tuhan Yesus, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah perintah yang terutama dan yang pertama” (Matius 22:37-38).
Karena kasih itulah, saat datang kepada Tuhan Yesus, Maria tidak dengan tangan hampa, namun justru membawa buli-buli pualam berisi minyak narwastu murni yang mahal. Hal itu dilakukannya karena ’cinta mati’ pada pribadi Yesus lebih dari benda berharga yang ada padanya.
Ekspresi kasih seperti itulah yang memukau Tuhan Yesus, sehingga sewaktu Yudas berkomentar dengan logika bisnis-ekonomi, Tuhan Yesus menyatakan,” Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Di mana saja Injil ini diberitakan di seluruh dunia, apa yang dilakukannya ini akan disebut juga untuk mengingat dia (Matius 26:13).
Inilah hubungan yang dikehendaki Tuhan, agar kita datang kepadaNya karena rindu hadiratNya. Seperti hubungan orang tua dan anak. Mana ada orang tua yang tidak berbahagia bila mereka dikunjungi anak-anaknya.
Orang tua yang bahagia seperti itu pasti tak sekedar memenuhi semua kebutuhan anaknya, tetapi semua yang terbaik akan diwariskan kepada anaknya itu. Demikian juga Tuhan, dinyatakan dalam 1 Korintus 2:9 “Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: Semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia.” Tuhan Yesus memberkati.
Oleh: Pdm. Wiyono Pontjoharyo (Ketua Dept. SOM Bethany Nginden Surabaya, Dosen Fak.Ekonomi Universitas Surabaya)