BETHANY.OR.ID – Banyak orang berkata, alangkah bahagianya orang yang mendapatkan cinta pertama dari pasangan hidupnya. Atau, ada juga yang menganggap,cinta pertama adalah segala-galanya, sehingga kalau pasangannya bukan cinta pertamanya, maka tak mungkin akan mendapatkan kebahagiaan.
Kalau demikian halnya, maka pertanyaannya ialah: Apakah sebenarnya yang disebut first love, atau cinta pertama, atau kasih mula-mula atau kasih awal itu?
Sebelum menjawab pertanyaan itu, kita perlu lebih dulu merenungkan beberapa pertanyaan di bawah ini.
Pernahkah anda mengalami jatuh cinta? Bagaimana rasanya jatuh cinta pertama kali? Apakah anda merasa sangat bergairah? Bersemangat? Ingat terus kepada si dia? Mau makan ingat dia, mau tidur ingat dia, mau melakukan apapun ingat dia? Rasanya ingin terus membicarakan dirinya? Ingin sekali ngobrol dengan dia? Rasanya, mau melakukan apapun demi dirinya? Apakah itu yang disebut “first love?”
Cinta sendiri sebenarnya adalah sesuatu yang misterius. Keberadaannya sulit dijelaskan dengan rangkaian kata-kata. Beberapa kamus mendefinisikan beberapa macam pengertian tentang first love. Namun bila disimpulkan, ada dua versi pengertian, yaitu: “pengalaman pertama perasaan terhadap cinta romantik” dan “orang pertama yang menjadi obyek cinta romantik”.
Lalu bagaimana menurut Alkitab? Dalam versi King James, kasih yang mula-mula ditulis dengan kata ‘first love’, yaitu kasih yang kita miliki dan dan kita rasakan ketika kita baru mengalami pertobatan atau kelahiran baru. Semua orang Kristen yang mengalami pertobatan sejati, pasti akan mengalami kasih yang mula-mula ini. Saat kita memiliki kasih mula-mula, kita begitu bersemangat dan berkobar-kobar untuk melayani Tuhan. Setiap saat rasanya begitu penuh sukacita dan ingin memuji Dia selalu. Kemanapun kita pergi, maka kita akan menyaksikan kebaikan dan kasih Tuhan kepada orang lain, tanpa ada rasa takut sama sekali. Kita ingin orang lain bisa merasakan kebahagiaan yang kita alami juga saat itu.
Kalau kita cermati, mungkin saja kasih mula-mula itu sudah pernah terjadi sebelumnya terhadap illah-illah lain, sebelum mereka bertobat. Namun saat bertobat dalam nama Tuhan Yesus Kristus, maka kasih mula-mula itu berpindah kepada Tuhan Yesus. Kasih inilah yang perlu terus dipupuk agar kasih kepada Tuhan tetap seperti saat pertama kali bertobat, yaitu saat mengalami first love.
Dalam Wahyu 2: 4 disebutkan: “ Namun demikian Aku mencela engkau, karena engkau telah meninggalkan kasihmu yang semula”. Ayat ini ditujukan oleh Tuhan kepada jemaat di Efesus yang pada waktu itu sudah kehilangan kasih yang semula atau first love. Kalau kita membaca Wahyu 2:1-7, maka kita mengetahui, bahwa jemaat di Efesus ternyata adalah jemaat yang berjerih lelah dalam pelayanan Tuhan, dan jemaat yang begitu tekun dan bersemangat melakukan pekerjaan Tuhan. Jemaat di Efesus merupakan jemaat yang cinta Tuhan dan rela berkorban. Mereka mencintai kebenaran dan mereka memiliki roh membedakan, sehingga mereka bisa menguji mana rasul/hamba Tuhan yang asli atau yang bukan. Mereka begitu giat dalam melayani Tuhan. Jemaat yang mereka gembalakan bisa jadi sangat berkembang, sehingga mereka begitu giat dan sibuk mengerjakan visi Tuhan. Tetapi sekalipun demikian, Tuhan mencela mereka. Mengapa? Karena satu hal, yaitu jemaat di Efesus sudah kehilangan kasih yang mula-mula, dan Tuhan katakan itu adalah satu kejatuhan bahkan dikatakan kejatuhan yang sangat dalam (Wahyu 2 : 5a).
Kembali pada pokok bahasan, yakni tentang kasih mula-mula dalam keluarga. Kalau kita telaah lebih dalam, seperti yang sudah sering kita baca, kasih itu dibagi menjadi 3 kategori; yaitu (1) Eros atau amor (asmara, birahi), atau kasih antara laki-laki dan perempuan (2) Philia (kasih orang tua terhadap anaknya, keluarganya dan sesama manusia) dan, (3) Agape (kasih sejati, kasih manusia kepada Tuhan). Dari ketiga kategori kasih tersebut, kasih yang digunakan sebagai dasar untuk membentuk keluarga pada kebanyakan orang di dunia ini adalah kasih dalam arti eros atau amor, kasih antara laki-laki dan perempuan. Kasih eros atau amor didefinisikan oleh Sasse (1981), sebagai perasaan tertarik yang sangat kuat antara laki-laki dan perempuan, yang dibarengi dengan kelemah-lembutan, dan keinginan-keinginan seksual antar satu dengan yang lain. Sedangkan Hauck (1985) mengartikan, kasih eros sebagai perasaan yang kuat antara dua orang yang merasa dekat , saling merindukan, dan hanya menginginkan yang terbaik untuk orang yang di kasihinya. Kasih di sini mempunyai pengertian sebagai proses belajar dan berkembang untuk berkomunikasi dengan lawan jenis agar tercipta hubungan antar pribadi dan hubungan emosinal yang saling menguntungkan kedua belah pihak, tanpa melupakan norma-norma agama dan norma-norma sosial lainnya yang berlaku di masyarakat.
Kasih eros biasanya tumbuh atau berawal dari adanya pandangan pertama, berkembang menjadi hubungan yang akrab dan menjadi dasar dari sebuah pernikahan. Kasih eros dapat berawal dari pertemanan biasa yang kemudian saling tertarik satu sama lain. Dalam perkembangannya, keduanya diam-diam saling memperhatikan dan mempelajari, dan berusaha mencari persamaan-persamaan yang ada dalam diri masing-masing; mereka telah mulai mempertimbangkan reaksi-reaksi pasangannya. Setelah berjalan dalam rentang waktu yang dianggap cukup, mereka mulai membuat suatu komitmen untuk membentuk suatu hubungan keluarga sebagai suami-isteri. Memang, tidak semua kasih eros berakhir dengan pernikahan. Sebagian orang mengalami kasih eros lebih dari satu kali, kemudian baru memasuki jenjang pernikahan untuk membentuk suatu keluarga.
First love dalam pengertian yang pertama: “orang pertama yang menjadi obyek cinta romantik”, adalah cinta yang dialami oleh sepasang laki-laki dan perempuan, bersifat intensif dan sesaat. Ciri cinta ini adalah hubungan cinta yang berawal pada ketertarikan terhadap penampilan fisik; di mana pasangannya diperlakukan sebagai obyek, bukan subyek. Jenis cinta pertama yang demikian tidak akan kuat untuk menjadi dasar pembentukan suatu keluarga, karena orang yang mengalami cinta ini merasa, bahwa orang pertama yang dia cintai adalah segala-galanya, sehingga bila dia mendapatkan orang kedua atau ketiga sebagai pasangan hidupnya, dia merasa, bahwa itu tidak akan dapat membawa kebahagiaan. Meskipun begitu, cinta pada pandangan pertama cukup penting dalam membantu remaja belasan tahun belajar tentang sifat-sifat yang bermanfaat untuk membina hubungan yang lebih baik dengan lawan jenisnya, menguasai keterampilan berkomunikasi dengan lawan jenis, dan belajar akrab dengan orang lain.
First love dalam pengertian yang kedua: “pengalaman pertama perasaan terhadap cinta romantik”, adalah suatu suasana psikologis, biologis dan spiritual yang dialami oleh seseorang yang sedang jatuh cinta. Seluruh pikiran, perasaan, kemauan dan perilakunya dicurahkan untuk memenuhi kebutuhan orang yang dikasihinya. Ia berusaha menyenangkan orang yang dikasihi, mau belajar memahami nilai-nilai orang lain dan mengembangkan nilai-nilai diri sendiri. Penampilan fisik bukan merupakan daya tarik yang utama, melainkan lebih mengutamakan kedewasaan pribadi. First love yang demikianlah yang dibutuhkan dalam hubungan keluarga (suami isteri). Daya tarik psikologis dan biologis dalam hubungan keluarga (suami-isteri) dimanifestasikan dalam bentuk dorongan seksual, komunikasi yang baik dan keintiman emosional. First love yang demikian dapat dibangun, dibina dan ditingkatkan, sehingga semakin hari cinta-kasih pada pasangannya (suami-isteri) semakin mendalam. Bila hal itu tercapai, maka bukan hal yang sulit untuk mempraktekkan kasih yang diuraikan dalam I Korintus 13:4-7, bahwa kasih itu sabar, murah hati, tidak cemburu, tidak memegahkan diri, tidak sombong, tidak melakukan yang tidak sopan, tidak mencari keuntungan diri sendiri, tidak pemarah, tidak menyimpan kesalahan orang lain (dendam), dan tidak bersukacita karena ketidakadilan.
Semoga kita bisa membangun, mempertahankan dan meningkatkan first love dalam hubungan keluarga (suami-isteri) yang sudah kita bangun dan diberkati Tuhan. Tuhan memberkati. (*)
Artikel ini ditulis Oleh: Pdm. Dr. Soetjipto, SpKJ (Diaken Gereja Bethany Nginden)
Dinas: Poliklinik Rumatan Metadon, Departemen Psikiatri, RSUD Dr. Soetomo/FK UNAIR.