BETHANY.OR.ID – Beberapa cara merespons yang perlu dihindari dalam komunikasi: Menyelidik, artinya kita sudah tidak mempercayai apa yang dikatakan pasangannya, sehingga apapun yang dikomunikasikan oleh pasangan selalu kita curigai. Menghakimi, yaitu memberikan penilaian salah benar terhadap apa yang diberitakan oleh pasangannya. Menggeneralisasi, artinya sekali pasangan mengatakan hal yang salah, maka untuk selanjutnya selalu dianggap salah. Mengalihkan, pembicaraan yang satu belum selesai, sudah dialihkan pada pembicaraan yang lain. Hal ini akan mengecewakan pasangan, terutama bila pasangan sangat mengharapkan pembicaraan masalahnya benar-benar selesai secara tuntas. Hal lain yang juga harus diperhatikan adalah kebiasaan buruk menginterpretasi isi pesan secara dini sehingga sering salah dalam merespons.
Beberapa anjuran di bawah ini bisa dipakai agar komunikasi antar pasangan menjadi efektif, antara lain:
Mengenali gaya komunikasi pasangan kita
Tiap orang punya gaya komunikasi tersendiri yang merupakan hasil pembelajaran dalam keluarga. Bila pasangan kita berasal dari keluarga yang terbiasa terbuka, bicara blak-blakan, kemungkinan besar dia juga senang bicara apa adanya dan gemar mengajak kita berdiskusi. Sebaliknya, bila pasangan kita berasal dari keluarga yang cenderung pendiam dan tertutup, maka pasangan kita biasanya juga amat tertutup dan sulit dipahami perasaannya. Dengan mengetahui gaya komunikasi pasangan, kita dapat menyesuaikan cara-cara kita dalam mendiskusikan hal-hal penting sehingga pasangan lebih mudah memahami dan memberikan respon sesuai harapan kita.
Memulai komunikasi dengan nada positif
Pasangan kita umumnya langsung ingin menghindar atau terpicu emosinya bila kita memulai pembicaraan dengan tuduhan, menyalahkan atau mengungkit kesalahan-kesalahan masa lalu. Apalagi bila disertai dengan nada suara tinggi dan ekspresi wajah yang ketus. Jadi bila kita ingin agar pasangan lebih mau mendengarkan dan responsif, bukalah pembicaraan dengan obrolan ringan dan bahasa tubuh yang positif, walaupun kita sedang kesal sekalipun. Setelah komunikasi cukup lancar, barulah kita bisa mulai masuk ke topik penting. Bila pembicaraan yang terjadi sudah mulai menyenangkan dan pasangan bersedia mendengarkan kita, ungkapkan penghargaan kita melalui kata-kata atau pelukan hangat untuk pasangan.
Genuiness: jujur, terbuka dan informatif. Komunikasi dengan pasangan dibutuhkan kejujuran, kesediaan untuk menerima keunikan dan perbedaan orang lain. Artinya, kita mau menerima pendapat pasangan tanpa banyak memberikan penilaian negatif dan koreksi, apalagi merasa bahwa pendapat kitalah yang paling benar. Dengan demikian, pertukaran informasi dapat berjalan dengan lancar dan menyenangkan karena pasangan kita merasa diterima dan bebas menjadi dirinya sendiri. Keterbukaan juga diperlukan untuk menghindari agar tidak ada hal yang ditutup-tutupi, karena bila hal ini terjadi justru akan membuat jarak antara kita dan pasangan semakin jauh.
Non possessive love. Tidak sedikit di antara kita yang mengatakan kasih pada pasangannya, tetapi sifat kasihnya ingin menguasai seluruh sendi kehidupannya, artinya kemanapun pasangan kita pergi selalu dimonitor dengan ketat, seolah-olah sudah tidak ada kepercayaan lagi terhadapnya. Atau yang lain sering memaksakan kehendak, tanpa memperhatikan kepentingan pasangan, “yang penting selalu menuruti kemauanku”, tidak peduli pasangan menyukai atau tidak. Acap kali kita perlu menyetujui kebutuhan pasangan, meskipun sebetulnya tidak menyukai. Hal ini berguna untuk perkembangan yang baik dalam keluarga.
Gunakan kata-kata yang dapat meningkatkan kualitas komunikasi kita, meskipun tampaknya sederhana dan tidak biasa, misalnya: “terima kasih” diucapkan dengan senyuman setelah menerima sesuatu dari pasangan kita, kata “tolong” untuk meminta bantuan, dan “maaf” untuk menyatakan penyesalan atas kesalahan kita, bila diucapkan dengan sungguh-sungguh dan dengan hati yang tulus akan mempunyai efek yang sangat positip.
Memberikan toleransi untuk mencapai kompromi
Kita dan pasangan kita berasal dari dua keluarga yang berbeda, sudah barang tentu menyebabkan perbedaan dalam pola pikir dan cara pandang terhadap banyak hal. Sebagian mungkin dapat ditoleransi dengan mudah karena bukan hal penting, tetapi ada yang sangat mengganggu hubungan karena menyangkut prinsip hidup. Cara paling baik untuk mengatasi perbedaan-perbedaan yang memicu konflik besar adalah dengan kompromi. Bisa dalam bentuk salah satu mengalah, mencari titik tengah yang disepakati bersama, atau sepakat untuk tetap berbeda. Lihatlah perbedaan yang ada sebagai keunikan individu yang memberikan “warna” dan variasi dalam hubungan, bukan sesuatu yang buruk atau salah. Makin besar toleransi kita terhadap perbedaan, maka semakin mudah untuk mencapai kompromi yang akan memuaskan kedua belah pihak. [bersambung]
Artikel ini ditulis Oleh: Pdm. Dr. Soetjipto, SpKJ (Diaken Gereja Bethany Nginden) Dinas: Poliklinik Rumatan Metadon, Departemen Psikiatri, RSUD Dr. Soetomo/FK UNAIR. Praktek sehari-hari di Barukh Utara XIV NO 86 Surabaya