“….. berfirmanlah TUHAN melalui Yesaya bin Amos. Firman-Nya: “Pergilah dan bukalah kain kabung dari pinggangmu dan tanggalkanlah kasut dari kakimu,” lalu iapun berbuat demikian, maka berjalanlah ia telanjang dan tidak berkasut” (Yesaya 20:2).
Menjadi nabi pada masa Perjanjian Lama tidaklah mudah. Kadang-kadang Tuhan memberikan perintah yang aneh dan tak masuk akal, seprti berikut, “Masakan aku harus telanjang di depan banyak orang? Ah, yang benar aja Tuhan? Nabi Yesaya mungkin protes seperti ini.” Tetapi sang nabi tidak perlu beradu argumentasi dengan Allah, sebaliknya ia melakukan seperti yang diperintah Tuhan.
Mengapa Yesaya disebut sebagai nabi yang mendapat tempat dalam hati Allah? Karena ketaatannya. Bandingkan dengan “Yunus.” Meskipun akhirnya mentaati perintah Tuhan, dan pergi ke penduduk Niniwe, tetapi ia harus diganjar terlebih dahulu memlalui sebuah peristiwa, ditelan ikan besar.
Mengenai ketaatan, C.S. Johnson punya pengalaman menarik. Ia bercerita: “Anak saya, Michael 4 tahun, tatkala saya menemuinya pada suatu malam sedang menangis tersedu-sedu. Dengan penuh perhatian, saya berjongkok di depannya dan berkata, “Ada apa, sayang? Kamu sakit?” Ia menggelengkan kepalanya dan berkata, “Ayah mengucapkan kata yang buruk kepadaku.”
Saya hampir tertawa mendengar jawabannya. Saya mengenal suami saya dengan baik dan ia tidak pernah mengucapkan kata-kata kasar atau buruk selama ini. Tetapi Michael mendengarnya mengucapkan “kata buruk”. Saya menjadi penasaran dan bertanya kepadanya,” Sayang, kata buruk apa yang telah ayah ucapkan kepadamu?” Melihat kesempatan untuk mendapatkan simpati, anak saya berhenti menangis dan mengucapkan sepatah kata, “Taat!”
Saya tidak habis pikir kalau kata “taat” merupakan kata yang buruk bagi anak saya.”
Sebagai orang percaya, apa pendapat Anda mengenai kata tersebut? Apakah perkataan itu begitu menakutkan, sampai-sampai Anda kalau berdoa tidak pernah memberikan kesempatan kepada Tuhan untuk berbicara kepada Anda? [rhb]